Jakarta –
Kantor Pusat (KSP) mengungkapkan, harga beras medium kemungkinan mengalami kenaikan saat libur Natal dan Tahun Baru. Harga beras medium di Zona 1, 2 dan 3 jauh dari harga eceran tertinggi (HET).
Deputi Perwakilan KSP Bidang Perdagangan dan Pangan Edy Priyono mengungkapkan, terdapat perbedaan harga beras yang signifikan di Wilayah 2 dan 3 dibandingkan HET. Barang-barang ini diberi label “tidak aman”. Wilayah 2 meliputi Pulau Sumatera, Lampung dan Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan. Sedangkan Wilayah 3 adalah Maluku dan Papua.
Sementara itu, di Wilayah 1 yang mencakup Jawa, Lampung, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi, harga juga sudah mulai naik di atas HET, namun tidak terlalu tinggi. Eddy Wilayah 1 terdengar ‘waspada’ terhadap harga beras.
“Beras sama dengan minggu lalu, Zona 1, 2, dan 3 berada di atas rata-rata HET. Kesenjangan di Zona 1 tidak besar. Yang perlu mendapat perhatian adalah Zona 2 dan 3, inflasi.” Kata Departemen Kontrol. Liaison Meeting, Senin (23 Desember 2024).
Data yang diberikan AD hingga 20 Desember menunjukkan bahwa harga rata-rata beras di Zona 1 adalah Rs 13.362 per kg dibandingkan Rs 12.500 per kg di HET, selisih 6,9 persen dengan HET.
Sedangkan di Wilayah 2 harga rata-ratanya Rp 14.423 per kg, dengan HET sendiri Rp 13.100 per kg. Artinya selisih 10,11% dari HET. Kemudian di zona 3 harga rata-rata Rp 16.973 dan harga HET Rp 13.500 per kg. Hal ini mewakili selisih harga sebesar 25,73%, dan Edy memperkirakan kenaikan harga tersebut bukan disebabkan oleh permasalahan rantai pasok berdasarkan hasil verifikasi lapangan yang dilakukan timnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Namun karena hasil yang rendah.
Hal itu ditegaskannya saat mengunjungi pasar induk beras Johar di Karawang. Terjadi kelangkaan beras kualitas menengah di pasaran. Berdasarkan laporan yang mereka terima, persediaan beras di Jawa Tengah semakin menipis.
Di saat yang sama, produksi beras juga mengalami penurunan, berdasarkan hasil sidak lapangan di tempat penyimpanan gabah Demak, Jawa Tengah. Luas lahan pertanian di Denmark menghadapi kekurangan yang parah, menurun dari 114.000 hektar pada tahun 2018 menjadi hanya 88.000 hektar pada tahun 2023.
“Saat kami ke Damak minggu lalu, kami melihat Damak yang selama ini menjadi hub produksi beras mengalami penurunan produksi dan penurunan pasokan pangan,” jelas Eddy.
Selain itu, pengumpul biji-bijian dan penggilingan padi di Denmark saat ini kesulitan menyerap biji-bijian karena kekurangan pasokan. Kebanyakan pabrik penggilingan padi kini harus mengambil gabah dari daerah lain. Akibat pasokan yang tidak mencukupi, harga pakan kering panen yang dibeli pabrik Demark naik menjadi Rp 6.000 per kg.
Terakhir, beras di pabrik mencapai Rp 12.200 per kg dan hanya HET yang mencapai Rp 12.500, yang tidak sesuai dengan harga, kata Eddy. (acd/acd)