Jakarta –
Dalam beberapa tahun terakhir, studio game memprioritaskan tampilan grafis dari game mereka. Namun semakin jauh kita melangkah, biaya produksi menjadi semakin dapat diabaikan.
Banyak raksasa di industri game, seperti Sony dan Microsoft, mengandalkan tampilan grafis yang sangat realistis pada game mereka untuk menarik minat para gamer.
Juga dari Naughty Dog (pencipta seri The Last of Us dan Uncharted), CD Projekt Red (The Witcher 3 dan Cyberpunk 2077), Rockstar Games (Red Dead Redemption 2 dan Grand Theft Auto V) hingga Guerrilla Games (seri Horizon) dengan yang secara konsisten menyukai tampilan grafis, dan juga telah terbukti sukses secara komersial.
Strategi ini berhasil mengubah tampilan game yang tadinya dua dimensi dan pixelated menjadi tampilan grafis tiga dimensi yang realistis dan sangat detail. Namun, biaya pembuatan game dengan tampilan grafis seperti itu sangatlah mahal.
Misalnya saja Spider-Man 2, game PS5 yang dirilis pada tahun 2023, yang menampilkan Peter Parker dalam “seragam” Spider-Man yang ikonik, melompat kesana kemari di antara gedung pencakar langit New York Lengkap dengan pantulan sinar matahari yang akurat.
Terlihat fantastis? Sangat. Namun, biaya pengembangan Spider-Man 2 tidaklah kecil, kabarnya mencapai 300 juta USD. Biaya tersebut tiga kali lipat lebih besar dari biaya produksi game Spider-Man di seri yang dibuat pada tahun 2018.
Game ini benar-benar sukses di pasaran, telah terjual lebih dari 11 juta kopi. Namun Sony masih melakukan PHK terhadap 900 karyawannya pada Februari 2024, yang juga berdampak pada pengembang game di Insomniac.
Artinya keuntungan dari permainan tersebut juga akan berkurang. Selain itu, menurut mantan eksekutif Square Enix Jacob Novick, game ini, dengan grafisnya yang memukau, hanya menarik bagi pemain berusia 40 tahun ke atas.
Sedangkan pemain muda lebih tertarik dengan game dengan grafis sederhana, misalnya Minecraft, Roblox, atau Fortnite. Itu karena aspek sosial lebih penting bagi pemain muda, menurut analis pasar dan profesor Universitas New York Joost van Drewen.
“Bermain (game) adalah alasan untuk bergaul dengan orang lain.” kata van Drewenen, seperti dikutip Techspot dari ANBALI NEWSINET, Selasa (31/12/2024). Simak video “Menparekraf Sebut 99% Industri Gaming Indonesia Masih Dikuasai Asing” (asj/rns)