Jakarta –
Siapa yang tak kenal Jasa Kargo (Jastip)? Layanan ini membantu siapa saja untuk membeli produk dari luar negeri maupun dalam negeri. Layanan ini dikatakan sebagai peluang bisnis yang bagus.
Justip sering dibuka untuk barang-barang seperti pakaian, sepatu, aksesoris dan makanan. Namun layanan ini menjadi ancaman bagi agen komersial dalam negeri. Selain itu, ketidakpatuhan terhadap persyaratan peraturan di Indonesia akan merugikan negara dan konsumen.
Untuk itu, pemerintah mengatur secara ketat barang-barang non-pribadi yang masuk ke Indonesia, termasuk hanya barang-barang milik asing. Pemerintah menerbitkan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 (Permendag) tentang Kebijakan dan Ketentuan Impor menjadi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024.
Membenarkan barang tersebut kena pajak
Dengan aturan tersebut, Direktorat Bea dan Cukai menjelaskan, jenis dan jumlah barang bawaan penumpang yang datang dari luar negeri tidak dibatasi tetapi kembali ke aturan sebelumnya. Bagasi non-pribadi atau jasa terpercaya (jastip) diurus.
Direktur Teknik Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada pembebasan pajak untuk kategori bagasi non-pribadi. Oleh karena itu, semua barang yang diangkut dalam kategori ini dikenakan pajak.
Namun pada kategori barang non pribadi, barang impor yang dibawa oleh penumpang selain barang bukan untuk keperluan pribadi, termasuk justi, dikenakan bea masuk dan PPN, dan total nilai barang tidak dikecualikan hingga 500 USD. Dan PPh pasal 22 Impor”, dikutip Kamis (2/5/2024) dari YouTube Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri 07/2024 dalam sosialisasi Menteri Pengawasan. Perdagangan katanya
Ketentuan bagasi penumpang ini berdasarkan perubahan Peraturan Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 (Permendag) tentang Kebijakan dan Ketentuan Impor menjadi Peraturan Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024.
Dulu ada pembatasan jumlah dan jenis barang yang dibawa oleh pelancong dari luar negeri. Namun, hal ini terbukti sulit diterapkan dan menimbulkan kemarahan publik. Untuk itu aturan tersebut telah direvisi dan dikembalikan pada aturan sebelumnya.
Oleh karena itu, kembali pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebelumnya 203 Tahun 2017 tentang aturan bagasi yang dibawa oleh penumpang dari luar negeri, ketentuan ekspor dan impor barang yang dibawa oleh penumpang dan awak sarana pengangkut.
Justip mengancam akan menuntut
Sebelumnya, Menteri Perdagangan yang masih berstatus Sulkifli Hasan (Zulhas) ini menegaskan pembukaan jasa Titipan (Jastip) atau Justiper untuk memenuhi aturan impor. Semua properti yang tidak diklasifikasikan sebagai properti pribadi dikenakan pajak.
Ketentuan ini untuk melindungi masyarakat. Menurut dia, jika barang impor Justip tidak sesuai aturan dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat, konsumen terancam hukuman penjara jika dituntut.
“Bawa debu ke sini bikin muka orang rusak, gimana jadinya? Boleh masuk penjara, (kalau) bisa dituntut. Tapi kalau punya sertifikat BPOM, kalau punya sertifikat halal makanan, boleh edarnya,” katanya. katanya Di kawasan Sunter Jakarta Utara, Sabtu (4/5/2024).
Oleh karena itu, jika Justiper mendatangkan barang dari luar negeri, misalnya produk elektronik, harus memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI). Mereka yang membawa makanan atau minuman harus memiliki surat keterangan dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
“Persoalannya bukan boleh atau tidak, kita harus menghormati hak konsumen. Juga, misalnya ada yang membawa makanan ke sini dan keracunan, siapa yang mau bertanggung jawab? Makanya harus ada sertifikat. BPOM itu sehat untuk dimakan,” jelasnya
Hukum properti pribadi
Selain barang nonpribadi, Arif Sulistio, Direktur Impor Kementerian Perdagangan, mengatakan ada syarat lain untuk barang bawaan yang dibawa pelaku perjalanan dari luar negeri, yakni jenis barang bawaan pribadi (personal use). Hal itu tertuang dalam Sosialisasi Peraturan Menteri Perdagangan 07/2024 yang dikutip di YouTube Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kamis (02/05/2024).
PMK no. 203 Tahun 2017 memberikan pembebasan bea masuk terhadap barang pribadi pelaku perjalanan yang tergolong barang keperluan pribadi yang diperoleh dari luar negeri dengan nilai pabean lebih dari $500 FOB per orang per kedatangan.
Intinya, kategori bagasi pribadi bebas bea hingga USD 500. Apabila terdapat kelebihan nilai maka kelebihan tersebut akan dikenakan pajak.
“Tambahan 10% dikenakan bea masuk, PPN, dan PPH pasal 22,” jelasnya. (apa saja/bunuh)