Jakarta –
Stroke merupakan penyebab utama cedera dan kematian di Indonesia, yaitu sebesar 11,2% dari seluruh cedera dan 18,5% dari seluruh kematian. Merujuk data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Data tersebut menunjukkan bahwa stroke merupakan penyakit termahal ketiga setelah penyakit jantung dan kanker, yakni sebesar Rp 5,2 triliun pada tahun 2023.
Faktanya, 90 persen kasus stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko. Meski biasanya menyerang orang berusia 40 tahun ke atas, belakangan ini terjadi peningkatan kasus stroke pada usia lebih muda.
Jakub Pandelaki, Sprad(K), dari RS Abdi Valuyo, menyebutkan setidaknya tiga hal yang mulai terjadi pada kasus stroke muda. Pertama, catatan pelaporan kasus saat ini dinilai lebih baik di tengah derasnya arus informasi.
“Pertama, kecepatan pemberitaan kasus stroke di media, hebat sekali, sekarang pun pasti terjadi, cepat sekali,” ujarnya.
“Yang kedua adalah teknologi pendeteksian, pendeteksian itu semakin canggih sehingga anak muda yang terkena stroke dapat teridentifikasi dan lebih mudah dideteksi ketika terkena penyakit kanker dan penyakit lainnya. Dari kecil hingga orang tua dengan berbagai penyakit, lanjut dr Yakov.
Faktor ketiga yang melatarbelakangi meningkatnya kejadian stroke pada usia muda adalah gaya hidup. Dr Jacob mencatat, pola makan saat ini dan masa lalu relatif berbeda.
Banyak orang memilih makanan cepat saji siap saji yang biasanya mengandung banyak gula, garam, dan lemak. Belum lagi makanan sehat yang dijual di pasaran juga harganya relatif mahal.
“Gaya hidup masyarakat kita sekarang berbeda-beda, dulu kita jarang makan mie instan, sekarang kita semua punya makanan cepat saji dan biasanya kita disuguhi gorengan jika sudah matang. Ini benar-benar menyehatkan.”
“Jadi gaya hidup berpengaruh besar, makanya stroke bisa terjadi pada usia dini,” jelasnya.
Stroke lebih mungkin terjadi pada kelompok dengan riwayat penyakit penyerta seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi. Oleh karena itu, Dr Jacob menyarankan pengendalian pola makan, istirahat yang cukup dan olahraga teratur, serta pemeriksaan laboratorium, jika perlu, untuk mendeteksi risiko tambahan. Mereka merekomendasikan pemeriksaan radiologi secara teratur. Peran tes radiologi seperti computer tomography, magnetic resonance imaging dan angiografi serebral dalam diagnosis dan pengobatan stroke dengan endovaskular atau kateterisasi karena oklusi atau reperfusi. Penyebabnya mungkin timbul, metode pengobatan yang sangat berbeda dan juga dengan computerized tomography ataunuclear magnetic resonance of the brain (MRI), untuk menentukan waktu terjadinya stroke secara akurat.
Pasalnya, tiga hingga enam jam setelah stroke terjadi, penyakit tersebut sudah terlambat untuk diobati. Tonton video “Video: Jangan Terlambat Kenali Stroke, Segera ke Rumah Sakit Jika Mendapat Gejala Ini” (naf/kna)