Jakarta –
Rencana pelaksanaan amnesti pajak atau Tax Amnesty Jilid III pada tahun 2025 menuai kontroversi di masyarakat. Bahkan, ada yang mengaitkan kebijakan baru ini dengan politik balas dendam.
Kepala Ekonom INDEF Dedic Rachabini menduga ada kepentingan politik yang kuat di balik rencana penerapan kembali amnesti pajak. Oleh karena itu, menurutnya, DPR harus memperhatikan perkembangan peraturannya.
“Tax amnesty ini berbau politik. Makanya DPR perlu mendapat perhatian serius karena banyak pajak yang terbuang dan ini sudah terjadi bertahun-tahun,” kata Dedic, Kamis (21/11/2024). ucapnya dalam pertemuan di Hotel Aryadota, Jakarta Pusat.
Selain itu, Dedic mengatakan penerapan Tax Amnesty Jilid 1 dan 2 juga perlu dikaji secara detail. Sebab, menurut mereka, penerapannya kurang menunjukkan hasil yang baik.
“Hasilnya juga kurang bagus. Jadi sebaiknya jangan (dilaksanakan lagi),” ujarnya.
Saat dipastikan lebih lanjut apakah ada intervensi pengusaha sawit di balik usulan kebijakan tersebut, Didak sendiri belum bisa memastikannya. Namun, menurutnya, tujuan politiknya cukup muluk.
Daripada menerapkan kembali amnesti pajak, ia berpendapat akan lebih baik jika pemerintah membuat pajak lebih transparan, terutama bagi pemilik usaha besar, mengingat tarif pajak di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di ASEAN Sementara negara lain sudah mencapai 18 persen, sedangkan Indonesia di bawah 10 persen.
Dedic mengatakan Indonesia merupakan negara dengan perekonomian yang besar. Menurutnya, penguatan perekonomian kelas menengah menjadi prioritas penting yang harus menjadi fokus pemerintah. Hal ini diharapkan membuat proyek menjadi lebih efisien dan APBN menjadi lebih efektif.
Sementara itu, Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data INDEF, mengatakan amnesti pajak tidak bisa diterapkan dalam jangka pendek. Amnesti pajak jilid II sendiri akan mulai berlaku pada tahun 2022.
“Tapi itu berarti pemerintah terpaksa menaikkan pendapatan, sehingga terpaksa melakukan hal-hal yang secara teoritis tidak mungkin dilakukan dalam jangka menengah, karena akan meningkatkan penerimaan pajak dan meningkatkan penerimaan negara. Ini soal peningkatan perbendaharaan.” Ditemukan di tempat yang sama.
Melihat amnesti pajak jilid I dan II, menurutnya, dampak keterlibatan orang-orang kaya dalam program ini cukup signifikan. Namun, dia menilai pengusaha dan orang-orang kaya saat ini sudah membayar pajak dengan baik sehingga patut dipertanyakan siapa target selanjutnya.
“Saya kira itu kurang efektif, apalagi bagi mereka yang menginginkan pengampunan pajak?”
Tonton juga videonya: Indef berharap rencana kenaikan PPN bisa ditunda hingga 12%
(shc/rd)