Kenaikan PPN Jadi 12%, Siapa yang Diuntungkan?

Jakarta –

Presiden Indonesia Prabowo Subianto membenarkan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1% pada awal tahun 2025. Kenaikan PPN akan meningkat dari 11% menjadi 12%.

Menurut Prabowo, inilah perintah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Tata Cara Perpajakan (HPP) yang harus dilaksanakan pemerintah. Peluncuran tersebut hanya akan menyasar produk-produk mewah.

“Mereka menjelaskan kepada kami bahwa PPN itu sah, ya akan kami terapkan, tapi hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo, beberapa waktu lalu.

Kata Prabowo, bagi masyarakat menengah ke bawah juga akan dilindungi. Oleh karena itu, kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12% hanya berlaku untuk barang mewah.

“Untuk masyarakat lainnya terus kita lindungi, sejak akhir 23 tahun pemerintah belum mengumpulkan apa yang harus dikumpulkan untuk melindungi dan membantu kota kecil, ya kalaupun meningkat, itu hanya produk mewah, “tegas Prabu.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI meyakini hasil penyesuaian tarif pajak pertambahan nilai akan kembali dirasakan masyarakat. Manfaat tersebut antara lain pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, mengatakan “Hasil dari kebijakan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai dikembalikan kepada masyarakat dengan berbagai cara dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat”, kata Dwi Astuti, Direktur DJP.

Dwi mengatakan manfaat lain yang diberikan pemerintah langsung dari pajak yang dipungut antara lain Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk perguruan tinggi. Ia mengatakan, subsidi lainnya antara lain subsidi listrik, subsidi LPG 3 kg, subsidi BBM, dan subsidi Pupuk.

“Pada tahun 2023, pemerintah akan mengucurkan bantuan sosial dan subsidi sebesar Rp269,59 triliun,” kata Dwi.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan, apapun akan menjadi beban wajib pajak sebagai wajib pajak (WP). Oleh karena itu, seluruh wajib pajak (baik perorangan maupun badan usaha) akan selalu berusaha untuk meningkatkan pengeluaran usahanya.

“Salah satu bebannya adalah beban pajak,” kata Prianto.

Oleh karena itu, kata Prianto, wajib pajak tidak akan mendapatkan keuntungan langsung dari pembayaran pajak yang dilakukannya. Manfaat berupa manfaat yang diterima masyarakat terkait dengan penyediaan barang dan jasa publik oleh pemerintah.

“Masyarakat menikmati barang dan jasa publik secara cuma-cuma karena pendanaan keduanya berasal dari pajak yang dibayarkan masyarakat,” kata Prianto.

Daftar barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN

Berdasarkan UU HPP Tahun 2021 dan PMK Nomor 116/PMK.010/2017, jenis barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai adalah jenis barang tertentu yang dikelompokkan ke dalam kategori berbeda. Berikut daftar barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN 12 persen.

Makanan Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, rumah makan, rumah makan, toko kelontong, dan lain-lain, termasuk makanan dan minuman, baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang disajikan oleh rumah makan atau rumah makan, yang dikenakan pajak daerah dan pajak di wilayah tersebut. Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan pemungutan pajak daerah.

Uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa dan surat berharga nasional.

Pelayanan keagamaan, pelayanan sosial, pelayanan keuangan, pelayanan asuransi, pendidikan, pelayanan ketenagakerjaan

Jasa seni dan hiburan meliputi segala jenis jasa yang dilakukan oleh tenaga seni dan hiburan, yang dikenakan pajak daerah dan pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan pajak daerah.

Jasa perhotelan, termasuk jasa penyewaan kamar dan/atau jasa penyewaan kamar hotel, yang dikenakan pajak daerah dan pajak daerah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah dan pajak daerah.

Pelayanan yang diberikan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan umum mencakup segala jenis pelayanan yang berkaitan dengan pelayanan yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah menurut kewenangannya berdasarkan undang-undang dan pelayanan tersebut tidak dapat diberikan dengan cara lain apa pun. bisnis

Jasa peruntukan tempat parkir termasuk jasa peruntukan atau pengelolaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik atau pengelola tempat parkir, yang dikenakan pajak dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. .

Pelayanan kesehatan medis tertentu dan yang masuk dalam sistem Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelayanan angkutan umum darat dan sungai serta pelayanan angkutan udara dalam negeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan angkutan internasional.

Jasa katering atau makanan, yaitu segala kegiatan pelayanan makanan dan minuman dikenakan pajak dan pajak daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan pajak daerah.

Daftar Produk Tidak Kena Pajak Pertambahan Nilai 12 Tanggal 116/2017 Beras dan Gabah : Sekam, sekam, disikat atau tidak digiling, digiling setengah berwarna atau penuh, pecah, gabah, garam cocok untuk disemai atau tidak, termasuk yang berlubang. , pecah, biji, kecuali biji. Sagu: Empulur sagu (sari sagu), tepung terigu, tepung terigu dan tepung kasar. Kedelai: Dikupas, utuh dan pecah, tidak termasuk biji. Garam yang dapat dimakan: beryodium maupun tidak, termasuk garam meja dan garam hasil konsumsi atau keperluan pokok. Dinginkan, asin, asinan atau tetap panas, tanpa tambahan gula atau bahan lainnya. Buah : buah segar yang telah diseleksi, baik melalui proses pencucian, penyortiran, pengupasan, pemotongan, pemotongan, pemotongan dan pengomposan selain pengeringan. Simpan pada suhu rendah dan bekukan, termasuk sayuran cincang segar. Kompos: segar, kering, tetapi tidak dihancurkan atau dihancurkan.

Daftar Barang Kena Pajak

Barang yang dikenakan PPN didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Nomor 3 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Berikut objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sesuai Pasal 4 ayat 1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dalam daerah pabean oleh penyelenggara. Penggunaan BKP tidak mempunyai identitas dari luar daerah pabean. Penggunaan JKP di luar daerah pabean. Ekspor BKP dengan identitas oleh penyelenggara pajak. Ekspor BKP tidak teridentifikasi oleh operator pasif. Ekspor JKP oleh operator pasif.

Simak juga video ‘Pernyataan Prabowo soal PPN 12% akan jadi opsi barang mewah’:

(akd/ega)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top