Komdigi Akan Atur AI Lebih Rinci dari Sekedar Surat Edaran

Jakarta –

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) fokus mengatur pengelolaan kecerdasan buatan (AI). Oleh karena itu, KPPU terbuka untuk melakukan diskusi mengenai regulasi AI dengan pemangku kepentingan lainnya untuk mengembangkan regulasi yang lebih komprehensif.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Teknologi telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 9 tentang Etika Kecerdasan Buatan pada tahun 2023. Nezar Patria, Wakil Menteri Komunikasi dan Teknologi, mengatakan aturan rinci tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang politik dan pemerintahan penggunaan AI.

Dalam siaran persnya, Selasa (7/1/2025), ia mengatakan: “Respon masyarakat terhadap kementerian baik. “Namun, seiring dengan berkembangnya konsumsi Indonesia, pemerintah harus menerapkan undang-undang yang rinci.”

Nezar Patria mengatakan, pemerintah saat ini sedang mendalami struktur dan dasar kebijakan standardisasi teknologi AI.

“UU PDP (Perlindungan Data Pribadi) ada teknologi mesinnya,” ujarnya. Nanti bisa kita turunkan dalam bentuk keputusan presiden atau peraturan menteri (peraturan menteri) untuk pengelolaannya secara detail.

Wakil Menteri Nezar Patria mengundang Asisten Khusus Presiden Bidang Perekonomian dan Inovasi Yovi Vidyanto beserta jajarannya untuk ikut serta dalam pembahasan perencanaan regulasi kecerdasan buatan. Menurut dia, serangkaian diskusi akan dilakukan hingga ditemukan metode yang cocok.

“Jadi awal Januari nanti kita coba diskusikan itu, mudah-mudahan sudah ada draftnya,” jelasnya. “Kami belum tahu apakah peraturan kementerian lebih tinggi dari itu.”

Sementara itu, Mira Taiba, Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Teknologi, menjelaskan bahwa Kementerian Komunikasi dan Teknologi secara umum menggunakan pendekatan yang lugas dalam mengatur penggunaan teknologi, sesuai dengan UU No. 2. 11. Informasi dan Perdagangan Elektronik dan Hukum. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Pendekatan ini dipilih karena rangkaian permasalahan tersebut melekat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

“Namun, kami menggunakan masalah teknis sebagai kasus penggunaan teknis,” kata Meera. Misalnya saja teknologi AI di bidang kesehatan dan pendidikan.

Selain itu, kata Meera, regulasi adopsi teknologi AI memerlukan kerja sama dan kolaborasi dengan lembaga dan kementerian lain.

“Kami kira tidak bisa dilakukan oleh satu kementerian, karena yang kita hadapi sangat besar. Jadi ketika undang-undang hak cipta direformasi, kita bisa mendapatkan manfaat dari upaya kita di Kongres,” tutupnya.

Tonton Video: Perusahaan Microsoft bertujuan untuk menciptakan satu juta AI Master Indonesia per tahun (agt/agt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top