3 Hal yang Wajib Diketahui Soal Aturan Paket dari Luar Negeri

Jakarta –

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat 90% barang yang dikirim ke luar negeri pada tahun 2024 akan berasal dari penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce. Pemerintah telah menerbitkan peraturan mengenai kepabeanan, bea dan pajak atas impor dan ekspor barang melalui PMK 96 Tahun 2023. PMK 111 tahun 2023.

Bea Cukai mengingatkan Anda akan tiga hal yang perlu Anda ketahui tentang aturan yang berlaku terhadap barang. Berikut penjelasannya:

1. Pemeriksaan Pabean

Apabila merupakan instansi pemerintah yang melaksanakan tugas perlindungan dan pemungutan pajak pemerintah daerah, Bea Cukai harus memastikan bahwa barang yang diimpor dari luar negeri yang merupakan barang impor dan diimpor dari pabean, memenuhi peraturan perundang-undangan.

Hal ini dilakukan melalui pengawasan bea cukai, dengan mempertimbangkan risiko yang terkait dengan produk dan impor. Selain itu, pengawasan dan pengendalian produk ekspor merupakan upaya lembaga ini untuk mencegah masuknya produk berbahaya dari luar negeri dan melindungi industri dalam negeri.

“Pajak atas barang impor tidak hanya berkaitan dengan penerimaan negara, yang lebih penting adalah sebagai alat finansial untuk mengendalikan barang impor guna melindungi industri dalam negeri termasuk UMKM,” kata Kepala Subbag Humas dan Pajak. , postingan Budi Prasetiyo, Senin (6/1/2025).

2. Jenis produk pengiriman

Berdasarkan PMK Nomor 96 Tahun 2023 yo. PMK 111 Tahun 2023, kiriman adalah kiriman yang dikirimkan kepada penyelenggara pos sesuai dengan peraturan perundang-undangan pihak pos. Undang-undang ini mengelompokkan barang yang diangkut menjadi dua golongan, yaitu barang hasil perdagangan dan barang bukan hasil perdagangan. Barang yang dikirim dapat digolongkan hasil komersial apabila barang tersebut merupakan hasil transaksi komersial melalui PPMSE, penerima barang atau pengirimnya adalah perusahaan komersial, dan terdapat bukti transaksi tersebut dalam bentuk invoice. dokumen sejenis lainnya. Jika barang yang dikirim memenuhi salah satu kriteria tersebut, maka dapat diakui sebagai barang niaga,” kata Budi.

Meski terbagi menjadi dua jenis, namun tidak ada perbedaan perlakuan pajak dan bea diantara keduanya. Selisih tersebut merupakan akibat denda jika terjadi kesalahan dalam menyatakan nilai pabean (nilai barang) barang hasil transaksi.

Hal ini disebabkan karena laporan data pihak komersial disampaikan secara independen (self-assessment), sehingga akibat kesalahannya adalah dikenakan sanksi administratif berupa denda. Sanksi administratif ini dapat diharapkan dengan melengkapi data yang ada. Selain itu, importir juga harus proaktif memeriksa posisi barang yang dikirim sesampainya di Indonesia.

“Importir dapat memastikan kebenaran data harga, deskripsi dan jumlah barang oleh petugas pos, sebelum operator pos mengirimkan pemberitahuan pabean berupa bill of lading (CN) ke Bea Cukai,” tegas Budi.

3. Pemeriksaan fisik barang yang dikirim

Pemeriksaan fisik terhadap barang yang dikirim dilakukan berdasarkan manajemen risiko (parameter tertentu). Artinya, jelas Budi, tidak semua barang diperiksa.

Dalam hal pemeriksaan fisik, unit yang menyiapkan barang untuk diperiksa, membongkar dan mengemas kembali barang adalah operator pos. Bea dan Cukai hanya melakukan pemeriksaan fisik dengan memeriksa kesesuaian jenis, jumlah dan jumlah antara fisik barang dengan informasi yang diberitahukan.

Perlu dipahami bahwa Bea Cukai mempunyai kewenangan untuk memeriksa barang impor, mengawasi masuknya barang terlarang atau dibatasi, misalnya obat-obatan. Namun tidak semua barang diperiksa secara fisik, kata Budi.

Apabila terjadi kerusakan, importir/penerima produk disarankan untuk bekerja sama dengan petugas pos untuk menyelidiki penyebab kerusakan. Ia juga berharap ketentuan barang yang dikirim dapat dipahami masyarakat dan dilaksanakan untuk menghindari sanksi dari pihak yang berwenang. (acd/acd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top