Durasi –
Cornelis Chastelin, pemilik tanah Depok, mempekerjakan 150 orang pembantu untuk membantu membangun Depok. Budak diperlakukan dengan baik, diberi pendidikan dan diberikan tanah melalui surat wasiat.
Pemilik tanah Belanda dan Perusahaan Dagang Hindia Belanda, 1602–1799, Chastelain, seorang pejabat tinggi Perusahaan Vereenigde Ostendische (VOC), membenci kebijakan sewenang-wenang Gubernur Jenderal Hindia Belanda Willem van Outhorn dari tahun 1691–1704. Chastelin yang egaliter tidak setuju dengan kebijakan Van Outhoorn yang menerapkan prinsip ekonomi secara membabi buta, mengeluarkan modal sesedikit mungkin, tetapi mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.
Chastelin memutuskan berhenti dari pekerjaannya di VOC. Ia berkonsentrasi pada pertanian dan pindah ke daerah yang sekarang dikenal dengan nama Depok Lama. Dia membeli 1.244 hektar lahan di sana.
Untuk mempertahankan tanah tersebut, ia mendatangkan 150 budak dari pasar budak Bali. Koordinator sejarah Cornelis Chastelin Foundation (YLCC) Boy Loen mengatakan, 150 budak tersebut awalnya dipekerjakan untuk mengelola lahan perkebunan di kawasan Batavia sebelum dibawa ke kawasan yang sekarang dikenal dengan nama Depok.
“Dia pertama kali menahan 150 budak di perkebunannya di Batavia. Lalu dia membawa mereka ke Depok,” kata bocah itu kepada ANBALI NEWSTravel beberapa waktu lalu.
Lahan luas Chasteline awalnya terisolasi, hingga suatu saat menyatu menjadi kota yang kita kenal dengan nama Depok. Kemudian lahan tersebut menjadi perkebunan untuk ditanami tanaman komoditi yang menjanjikan seperti kopi, karet, dan lada.
“Karena mereka tahu penetrasi perdagangan VOC, maka di sini mereka membuka perkebunan, mereka menanam lada, kopi, dan karet. Ekspornya besar saat itu,” kata bocah itu.
Dan yang paling terkenal di Depok adalah cabai yang ada di daerah Mampang. Cabainya kualitasnya bagus, katanya.
Beberapa bagian lahannya luas, tidak semuanya merupakan lahan pertanian. Namun ada juga beberapa lahan yang digunakan untuk menampung budak. Bocah itu mencatat, masih ada 21 rumah adat yang terbuat dari kayu dan bambu.
Ia adalah kepala desa masyarakat Dipok.
“Khususnya lokasi kami (Jalan Pemuda) didesain sebagai kawasan pemukiman. Hortikulturanya ke arah sana, sebelah barat Mampong sampai Sinare,” ujarnya.
Kebaikan seorang pria membangun tempat tinggal bagi para pelayannya, namun memberikan hiburan bagi para pelayannya sepulang kerja. Pada masa itu, belum ada tarian puasa atau hiburan yang meriah (ada, tapi hanya untuk orang kaya Belanda).
Oleh karena itu, hiburannya hanya pertunjukan gamelan, menurut bocah itu, pemain gamelan itu adalah budak-budaknya yang dibelinya di pasar budak Bali.
“Kegemarannya waktu itu gamelan. Jadi Chastelain karena budaknya dibeli di pasar budak Bali dan orang Bali banyak, makanya beli gamelan full set dua set,” ujarnya.
Kedua permainan tersebut terdiri dari set yang lebih kecil untuk latihan dan set yang lebih besar untuk pertunjukan. Para pelayan biasanya tampil dan berlatih di bekas gedung RS Harpan, tak jauh dari kantor YLCC.
Namun sayangnya, pada peristiwa Gedorn Depok tahun 1945, peralatan pertunjukan dijarah dan tidak meninggalkan apa pun.
“Namun sangat disayangkan ketika terjadi ledakan di Dapok tahun 1945, gamelan tersebut dijarah dan dimusnahkan. Hingga saat ini kami belum bisa melacak keberadaannya,” kata bocah tersebut.
150 Kejujuran dan kebaikan Chastain terhadap budak tidak hanya terlihat dari cara dia memperlakukan budak dalam pekerjaan dan hiburannya. Dalam catatan sejarahnya, Chastelline memberikan budaknya pendidikan yang layak (pada saat itu) dengan mengajari mereka membaca dan menulis.
Melalui Alkitab, Chastelline memerintahkan budaknya untuk belajar membaca dan menulis. Langkah ini diambil agar budaknya mempunyai kekuasaan setelah kematiannya.
Melalui surat wasiatnya, Chastelline menuliskan bahwa tanah yang dimilikinya akan dikelola oleh 150 orang pembantunya dan kemudian digolongkan ke dalam 12 nama baptis.
Banyak sekali manfaat yang telah diperoleh dari tanah untuk banyak hal dan manfaat lainnya
“Tanah ini diberikan kepada masing-masing dan keturunannya selama mereka menginginkan kepemilikannya,” tulis Chastelin dalam wasiatnya.
Dari sinilah muncul kata Belanda depok dan masih familiar di telinga kita hingga saat ini. Saksikan video “Video: Coba Jalan Kaki, Bersepeda dan Belajar Sejarah” (wsw/fem)