Nasib TikTok Sedang di Ujung Tanduk

Jakarta –

Situasi TikTok di Amerika Serikat (AS) sedang tidak menentu. Platform media sosial milik perusahaan China bernama ByteDance ini menghadapi ancaman pemblokiran atau penutupan karena risiko keamanan nasional.

Pada sidang banding kemarin, muncul perdebatan sengit mengenai konsep kebebasan berekspresi dan risiko terhadap keamanan nasional. Melalui sidang ini, TikTok mengajukan permohonan penghentian sementara (UU) undang-undang yang dapat mencegahnya.

Reuters melaporkan pada Sabtu (11/1/2025) bahwa Mahkamah Agung kemungkinan akan menegakkan langkah-langkah penegakan hukum untuk mendorong penjualan TikTok atau melarang aplikasi tersebut mulai 19 Januari 2025.

Selama sidang yang berlangsung sekitar 2,5 jam, sembilan hakim berbicara dengan pengacara yang mewakili TikTok dan pengguna aplikasi tersebut mengenai risiko pemerintah Tiongkok menggunakan platform tersebut untuk memata-matai orang Amerika dan melakukan operasi rahasia, sekaligus mempertimbangkan masalah kebebasan berpendapat.

“Apakah kita mengabaikan fakta bahwa sebenarnya bagian terbesarnya bergantung pada pekerjaan intelijen pemerintah Tiongkok?” Hakim Konservatif John Roberts bertanya kepada pengacara TikTok dan ByteDance, Noel Francisco.

Beberapa hakim juga menyatakan keprihatinannya mengenai dampak undang-undang tersebut terhadap kebebasan berpendapat, namun kekhawatiran utama mereka tampaknya berpusat pada implikasi keamanan nasional dari platform media sosial milik asing. Selain itu, TikTok mengumpulkan data dari 170 juta orang Amerika, setengah dari populasi Amerika.

Hakim konservatif Brett Kavanaugh bertanya kepada Francisco tentang potensi risiko jangka panjang dari pengumpulan data pengguna di Tiongkok, khususnya potensi mata-mata, mengubah sistem distribusi informasi TikTok, dan memeras orang-orang yang hidup di generasi yang sama dengan FBI, CIA. atau Kementerian Kehakiman di luar negeri.

Sidang Mahkamah Agung dilakukan ketika ketegangan perdagangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat meningkat. Namun Donald Trump dari Partai Republik, yang memulai masa jabatan keduanya sebagai presiden pada 20 Januari, menentang larangan tersebut.

Tn. Pada 27 Desember, Trump meminta pengadilan untuk menunda tanggal 19 Januari. Dengan demikian, ia ingin memberikan kesempatan kepada pemerintahan barunya untuk mencari solusi politik atas sengketa kasus tersebut.

Menurut Francisco, TikTok adalah salah satu platform pidato paling populer di kalangan orang Amerika. Aplikasi akan ditutup pada 19 Januari tanpa penarikan. Namun, menurut dia, batas waktu sebenarnya berasal dari undang-undang.

“Ketakutan bahwa orang Amerika, meskipun mereka mendapat informasi lengkap, dapat terpengaruh oleh disinformasi Tiongkok (pengaruh melalui TikTok) sudah jelas. Namun ini adalah keputusan yang tidak perlu dipedulikan oleh Amandemen Pertama kepada publik,” katanya.

Mengutip sikap Trump terhadap kasus ini, Francisco meminta hakim untuk setidaknya menangguhkan sementara undang-undang tersebut. Menurut dia, kasus ini harus dipertimbangkan secara matang.

Sementara itu, Hakim konservatif Samuel Alito menyinggung kemungkinan pengadilan tersebut. Dia mengeluarkan penangguhan administratif. Tindakan tersebut untuk sementara menangguhkan undang-undang tersebut sementara hakim memutuskan langkah selanjutnya.

(shc/fdl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top