Jakarta –
Masyarakat dikejutkan dengan perhitungan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Beberapa perhitungan menyebutkan beban pajak sebesar 9%, bukan 1%.
Menanggapi hal tersebut, Air Lanka Harartu, Menteri Koordinator Perekonomian, menolak berkomentar Dia menegaskan, kenaikan pajak hanya sebesar 1%.
“Naiknya hanya 1%,” tegas Erlangka yang ditemui, Minggu (22/12/2024) di Alam Stra, Tangierang.
Lalu, ketika ditanya lebih lanjut darimana perhitungannya. Dan benarkah angka 9% itu menjadi beban pajak, Erlanga juga enggan menjawab. Tekankan kenaikan pajak hanya 1%.
Lalu dia berkata “Kenaikan pajak hanya 1%.”
Mengingat beban pajak kenaikan PPN 9% marak di dunia maya, berbagai akuntan mencoba membahas perhitungan kenaikan tersebut sebelum berlakunya PPN 12% mulai 1 Januari 2025.
Berdasarkan beberapa postingan viral pada Sabtu (21/12/2024) dari berbagai akun media sosial. Kenaikan 9 persen itu merupakan kenaikan pajak, bukan produk.
Menanggapi hal ini Analis pajak Fajri Akbar dari Pusat Analisis Pajak Indonesia (CITA) menjelaskan, terdapat kenaikan tarif pajak menurut undang-undang atau tarif yang tertulis secara sah sebesar 1% terhadap tarif pajak yang sah.
“Sebenarnya pemerintah biasanya menggunakan tarif pajak yang sah. Pada saat yang sama, beban pajak meningkat sebesar 9% dibandingkan beban pajak sebelumnya. Oleh karena itu, tarif ini secara hukum juga meningkat sebesar 1%. sebesar 9% dari kewajiban perpajakan sebelumnya,” jelas Fajri saat dihubungi Datacom Sabtu (21/12/2024).
Sementara itu, Dar es Salaam, pengawas pajak dan pendiri Deni Dar es Salaam Tax Center (DDTC), mengatakan angka 9% itu lebih tinggi 1 poin persentase dari PPN yang semula dibayarkan.
(%) Kenaikan tarif PPN = persentase tarif PPN baru – persentase tarif PPN lama / (persentase tarif PPN lama) x 100%
= (12% – 11%) / (11%) x 100% = 1/11 x 100% = 9,09%
“Angka sebesar 9,09% tersebut merupakan kenaikan PPN di atas PPN awal yang dibayarkan,” Dar es Salaam dihubungi terpisah.
Pada saat yang sama Total harga Barang Kena Pajak dan PPN bisa dikalikan rumus 12% dengan harga Barang Kena Pajak, misalnya Rp 100.000, sehingga jumlah yang dibayarkan konsumen adalah Rp 112.000.
Dia melanjutkan: “Dibandingkan total jumlah yang dibayarkan semula sebesar 11% dikalikan Rp 100.000, maka jumlah yang dibayarkan semula adalah Rp 111.000 (kenaikan Rp 1.000).
Dari kedua perhitungan tersebut, menurutnya, total jumlah tertentu yang dibayarkan akibat kenaikan PPN dapat digunakan untuk menghitung kenaikan selisih harga dengan rumus dibagi harga produk. Apabila PPN tetap sebesar 11% maka perhitungannya sebagai berikut:
(1.000 rupiah/111.000 rupiah) x 100% = 0,9%
(shc/kilowatt)