Jakarta –
Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas pada tempat-tempat wisata di Indonesia menjadi semakin penting, sehingga destinasi wisata menjadi inklusif. Sertifikasi aksesibilitas diperlukan untuk memastikan fasilitas umum benar-benar ramah penyandang disabilitas, bukan sekedar branding.
Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas menjadi perhatian penting dalam pembangunan fasilitas umum di Indonesia. Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat, berbagai institusi seperti museum, mall dan ruang publik lainnya mulai mempromosikan dirinya sebagai tempat yang “ramah disabilitas”.
Namun istilah ini seringkali tidak didukung oleh sertifikasi resmi yang dapat menjamin bahwa fasilitas tersebut memenuhi kebutuhan khusus penyandang disabilitas. Sertifikasi aksesibilitas merupakan penilaian resmi yang menjamin bahwa suatu fasilitas benar-benar memenuhi standar bagi penyandang disabilitas.
Penilaian tersebut mencakup aspek penting seperti keberadaan jalur khusus, fasilitas komunikasi seperti penerjemah bahasa isyarat, dan pelatihan staf untuk melayani pengunjung penyandang disabilitas. Namun meski sertifikasi ini sangat penting, masih banyak lembaga di Indonesia yang belum memilikinya, termasuk Museum Nasional Indonesia (MNI).
Pakar muda sekaligus Koordinator Pokja Program Publik dan Pendidikan di MNI, Asep Firman Yahdiana mengungkapkan, MNI belum memiliki sertifikasi aksesibilitas. Meski begitu, pihak pengelola museum tetap mengupayakan standar kebijakan yang diatur dalam undang-undang terkait penyandang disabilitas.
“Kami belum punya sertifikatnya, tapi kami mengikuti ketentuan standar kebijakan hukum yang mengatur penyandang disabilitas,” ujarnya kepada ANBALI NEWSTravel, Jumat (6/12/2024).
Pernyataan tersebut menunjukkan adanya upaya yang dilakukan MNI dalam memenuhi kebutuhan pengunjung penyandang disabilitas, meskipun tidak didukung dengan pengakuan resmi berupa sertifikasi.
Sertifikasi tidak hanya sekedar simbol formalitas, namun juga merupakan alat pemantauan yang dapat memastikan bahwa fasilitas yang disediakan memenuhi standar disabilitas. Hal ini penting untuk memberikan rasa percaya diri kepada penyandang disabilitas bahwa mereka dapat menggunakan fasilitas tersebut dengan nyaman dan aman.
Selain sebagai bentuk pengakuan resmi, sertifikasi aksesibilitas juga dapat mendorong peningkatan pelayanan di berbagai lembaga publik. Dengan sertifikasi, pengelola fasilitas umum akan memiliki panduan yang jelas mengenai standar yang harus dipenuhi, sehingga meminimalkan potensi kekurangan layanan bagi penyandang disabilitas.
Chika Miranda Putri, guru di Pondok Pesantren Disabilitas Tahfiz, menggarisbawahi pentingnya sertifikasi aksesibilitas. Selain untuk tujuan administratif, sertifikasi ini juga penting dalam membangun kepercayaan masyarakat, khususnya pengunjung penyandang disabilitas.
Harapannya, fasilitas yang diklaim ramah disabilitas bisa mendapatkan sertifikasi sehingga pengunjung yakin dengan standar yang diterapkan, kata Chika kepada ANBALI NEWSTravel (6/12).
Komitmen penyediaan fasilitas ramah penyandang disabilitas tidak boleh berhenti pada klaim atau implementasi sebagian saja. Sertifikasi juga berperan sebagai alat evaluasi berkala, memastikan bahwa fasilitas terus ditingkatkan dan diperbarui sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan teknologi.
Bagi Museum Nasional Indonesia, memperoleh sertifikasi aksesibilitas dapat menjadi langkah penting dalam memperkuat komitmennya terhadap inklusivitas. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi inspirasi bagi institusi lain di Indonesia untuk mengikuti jejak serupa.
Dengan memastikan fasilitas umum ramah penyandang disabilitas, masyarakat secara keseluruhan akan menjadi lebih sadar akan pentingnya kesetaraan dan inklusivitas. Hal ini dapat mendorong perubahan mentalitas dan budaya yang lebih inklusif dalam kehidupan sehari-hari.
Saksikan video “Video: Apa yang Baru di Museum Nasional Indonesia Pasca Revitalisasi” (fem/fem)