Jakarta –
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor susu Indonesia pada Januari hingga November 2024 sebesar US$803,4 juta atau Rp12,85 triliun (kurs Rp16.000). Impor susu terbanyak adalah dalam bentuk susu bubuk atau susu skim.
Plt Kepala BPS Amalia Ediningar Vidyasanti mengatakan Selandia Baru merupakan importir utama susu Indonesia dengan pangsa sekitar 53,28%. disusul Amerika Serikat (AS) dan Australia.
Impor terbesar adalah dalam bentuk susu bubuk, dimana importir utama susu dari Indonesia adalah Selandia Baru dengan kontribusi sekitar 53,28% dari total impor susu, disusul Amerika Serikat sebesar 17,44% dari total impor susu. , dan 14,84% dari total impor susu dari Australia,” kata Amalia dalam jumpa pers, Senin (16 Desember 2024).
Dibandingkan periode Januari-November 2023, Amalia mengatakan nilai impor susu Indonesia pada tahun ini mengalami penurunan sebesar 6,19%.
Impor susu Indonesia Januari-November 2024 sebesar US$803,4 juta atau turun 6,19% dibandingkan impor susu Januari-November 2023, jelasnya.
Sebelumnya, pada awal November 2024, terjadi keributan di kalangan peternak dan pengepul susu terkait pembuangan susu sapi perah di Pasuruan, Jawa Timur. Hal itu sebagai aksi protes dengan tidak menyerap susu sapi yang dihasilkan industri pengolahan susu.
Menteri Koperasi Budi Ari mengatakan, susu impor bebas bea masuk karena harganya murah. Pasalnya, negara pengekspor susu seperti Australia dan Selandia Baru memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia.
“Negara-negara pengekspor susu memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapuskan bea masuk produk susu, sehingga membuat harga produk mereka setidaknya 5% lebih rendah dibandingkan harga eksportir susu global lainnya,” jelas Budi Eri dari Bidang Kerja Sama Kementerian. Departemen. Kantor, Jakarta Selatan, Senin (11/11).
Untuk mengatasi situasi tersebut, Budi Eri mengatakan pemerintah telah membentuk gugus tugas impor berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Masyarakat untuk menertibkan impor susu. Di sisi lain, memperbaiki aspek kelembagaan dan meningkatkan produktivitas dalam negeri.
“Kita dukung satgas impor ini untuk menciptakan tarif yang baik dan kompetitif. Karena saya percaya di dunia ini perdagangan bebas, bukan perdagangan bebas, adalah perdagangan yang adil, perdagangan yang adil. Karena kita juga harus melindungi produk kita,” ujarnya. Budi Ari. (bantuan/fdl)