Depo –
Orang Depok Belanda istimewa karena namanya mirip dengan nama Barat. Tapi mereka adalah orang Indonesia sejati.
Untuk menelusuri sejarah Depok Belanda dan namanya, ANBALI NEWSTravel baru-baru ini bertemu dengan koordinator sejarah Cornelis Chastelain Foundation (YLCC) Boy Loen di kantor YLCC di Jalan Pemuda, Depok. YLCC merupakan lembaga yang didirikan pada tanggal 4 Agustus 1952 dan bertugas melestarikan situs-situs bersejarah peninggalan Kota Tua Depok serta mengawasi berbagai kegiatan pemanfaatan situs-situs bersejarah tersebut.
Anak laki-laki itu berkata bahwa nama klan dimulai ketika Chastelein menginisiasi budaknya untuk membentuk organisasi. Saat itu, Chastelain mengangkat seorang budak bernama Jarong van Bali sebagai pemimpinnya. Jarong van Bali merupakan budak tertua milik Chastelein dan menjadi orang kepercayaannya.
“Kalau saya baca resumenya, dia sangat cerdas, penuh kharisma, dan budak-budak lain mendengarkan,” kata Boy.
Boy menuturkan, Jarong van Bali tidak bekerja sendiri, ia dibantu tujuh budak lainnya.
Jarong van Bali dan beberapa budaknya menjadi penguasa tanah milik Chastelein, misalnya di kawasan Mampang Depok, salah satunya.
Kemudian ke-12 nama suku tersebut menjadi nama kaoem Depok Belanda. Ini dimulai pada awal abad ke-19. Nama-nama ini adalah nama baptis yang diambil dari Alkitab.
Misalnya, ada nama seperti Ishak, Sadhu, Samuel (dan lain-lain) yang berdasarkan nama alkitabiah, kata Boye.
Ke-12 nama Belanda Depok tersebut antara lain: Jonathan, Soedira, Laurens, Bakas, Leander, Joseph, Tolense, Jacob dan Loen.
Nama belakangnya menjadi masalah di kemudian hari. Pria Belanda asal Depok ini sempat didiskriminasi oleh komunitas lain.
Apalagi pada tahun 1945 mereka dianggap dekat dengan penjajah. Sebenarnya tidak sama sekali. Nama belanda untuk depok
Karena Dutch Depok bukan berasal dari Belanda. Mereka adalah warga negara Indonesia yang merupakan budak saudagar kaya, Chastelain, yang merupakan menteri Belanda. Chastelein membeli budak dari pasar budak di Bali dan membawanya ke Batavia. Para budak tersebut kemudian dipekerjakan di tanah miliknya di Depok.
Chastelein setara. Dia tidak menganggap budak sebagai kelas masyarakat terendah. Dia justru memberi kebebasan dan mengajari budak membaca dan menulis. Di akhir hayatnya, ia membebaskan para budak dan mewarisi tanah di kawasan lama Depok.
Boy juga mengatakan, perasaan itu lambat laun berkembang menjadi cemoohan, yang kita kenal dengan istilah Belanda Depok.
Ironinya muncul karena keturunan budak Chastelain saat itu menguasai bahasa Belanda dengan baik. Ya, meski budak mereka harus belajar bahasa Belanda setiap hari.
Konsep Belanda tentang Depok muncul ketika sekolah dasar Eropa diperkenalkan di Depok. Nah, saya bilang organisasi budak Chastelein itu bertanggung jawab dalam bidang sosial, pendidikan, dan lain-lain, sehingga masyarakat Depok yang ingin bersekolah di sana. gratis,” katanya.
Sekolah dasar awalnya diperuntukkan bagi orang Eropa, karena keturunan budak Chastelein memiliki gelar yang sama. Akhirnya mereka diperbolehkan belajar di sekolah.
“Setelah lulus di sana, mereka bisa berbahasa Belanda, membaca, menulis, dan mengucapkan dengan baik. Sehingga mereka mudah mendapat pekerjaan di Batavia,” kata Boy.
Nah, Boy juga menjelaskan, istilah Belanda Depok muncul ketika para budak dari Shestelein menaiki gerbong kereta. Saat itu, terdapat beberapa kelas untuk asrama, seperti Kelas 1 hingga Kelas 4.
Karena keturunan budak Chastelein juga merupakan penduduk asli, maka mereka menaiki gerbong khusus warga kelas 4 yang keretanya berangkat dari Bogor.
“Kalau di Bogor penumpangnya berbahasa Sunda, kalau datang ke Depok, penumpang dari Depok bicara di dalam pesawat, dan orang-orang berbahasa Belanda. Jadi, ketika penumpang Bogor sampai di Depok, mereka bilang ‘kita sudah sampai di Amsterdam’,” kata Boy.
Di situlah istilah Belanda Depok masih diberikan kepada kita, kata Boy. Saksikan video “Video: Mengerikan! 35 Bayi Kobra Bersarang di Rumah Kosong di Depok” (upd/wsw)