Jakarta –
Kyoto akan menaikkan pajak akomodasi untuk mengatasi keluhan warga mengenai peningkatan jumlah wisatawan. Pajak baru ini bertujuan untuk menerapkan pariwisata berkelanjutan.
Kyoto memiliki keindahan dan budaya tersendiri, kini berusaha mengatasi dampak negatif dari meningkatnya jumlah wisatawan. Setelah epidemi, Jepang mengalami peningkatan jumlah wisatawan asing dan pada tahun 2024, diperkirakan jumlah pengunjung akan mencapai lebih dari 35 juta, sebuah laporan baru.
Laporan International Business Times, Rabu (15/1/2025) Seiring dengan populernya destinasi wisata di Jepang, termasuk Kyoto, tidak semua pihak menyambut baik kedatangan wisatawan dalam jumlah besar.
Kyoto terkenal dengan geisha berpakaian kimono dan kuil Buddha. Kini, warga sekitar merasa terganggu dengan keramaian dan kelakuan para wisatawan tersebut.
Dalam program baru tersebut, pajak akomodasi untuk kamar dengan tarif antara 20.000 hingga 50.000 yen atau sekitar Rp 2 hingga 5 juta per malam.
Untuk akomodasi yang sangat mahal, yakni di atas 100.000 yen (Rp 10 juta) per malam, pajaknya akan dinaikkan sepuluh kali lipat menjadi 10.000 yen.
Pajak baru ini rencananya akan mulai berlaku tahun depan setelah mendapat persetujuan dari dewan kota.
“Tujuan kenaikan pajak ini adalah untuk menerapkan pariwisata berkelanjutan yang memberikan kepuasan lebih besar kepada warga, wisatawan, dan dunia usaha,” demikian bunyi pernyataan resmi pihak berwenang.
Di berbagai kota besar Jepang seperti Tokyo, Osaka, dan Fukuoka, wisatawan dikenakan pajak penginapan beberapa ratus yen per malam. Namun, di Kyoto, keluhan warga semakin meningkat.
Banyak yang tersinggung dengan turis yang berperilaku seperti paparazzi, geisha, dan maiko, sehingga mengganggu pekerjaan mendapatkan foto untuk dibagikan di media sosial.
Ketegangan memuncak di distrik Gion, kawasan bersejarah Kyoto yang terkenal dengan kedai teh tradisional dan tempat geisha dan maiko menari dan menampilkan musik. Tahun lalu, pihak berwenang melarang wisatawan memasuki beberapa jalan sempit di Gion setelah adanya protes dari penduduk setempat.
Warga juga melaporkan kejadian tidak sopan seperti rusaknya kimono maiko atau pakaian rusak akibat puntung rokok yang dipegang wisatawan. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2019, Dewan Distrik Gion memasang tanda larangan mengambil foto di jalan pribadi dan memperingatkan bahwa pelanggaran dapat mengakibatkan denda hingga 10.000 yen.
Menurut survei terbaru, kemacetan lalu lintas dan perilaku wisatawan yang buruk juga menjadi masalah utama bagi warga Kyoto. Sejak pencabutan pembatasan epidemi, wisatawan berdatangan ke Jepang karena tertarik dengan keindahan alam, budaya, dan lemahnya yen.
Selain di Kyoto, langkah serupa juga dilakukan di berbagai destinasi wisata populer di Jepang. Misalnya, untuk mengurangi dampak pariwisata di Gunung Fuji, pihak berwenang membebankan biaya masuk kepada orang-orang dan membatasi jumlah pendaki yang diperbolehkan mendaki gunung tersebut setiap hari.
Langkah tersebut terbukti menjadi kenyataan ketika jumlah pendaki turun sebesar 14% pada musim pendakian musim panas tahun 2023. Di Ginzan Onsen, kota sumber air panas yang terkenal dengan saljunya, para pejabat mulai menerapkan pembatasan masuk hanya bagi wisatawan yang menginap di hotel lokal setelahnya. jam 8 malam.
Wisatawan yang ingin mengunjungi kota ini antara pukul 17.00 hingga 20.00 waktu setempat harus melakukan reservasi terlebih dahulu. Tonton video “Hetty Koes Berakhir Menanggapi Panggilan Pengadilan Hak Cipta Richard Kyoto” (Update/Pam)