Urgensi Kenaikan PPN 1% pada 2025, Ini Kata Pengamat

Jakarta –

Pemerintah berencana menaikkan PPN sebesar 1% pada tahun 2025. Kenaikan tersebut berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dinaikkan sebesar 1% dari sebelumnya 11%. hingga 12% pada awal tahun 2025.

Diharapkan reformasi PPN ini dapat membawa manfaat bagi Masyarakat. Pasalnya, hasil reformasi tersebut dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan dan pengembangan masyarakat.

Direktur Eksekutif Ptama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono mengatakan undang-undang ini harus dilihat dari dua sisi. Sebab undang-undang ini mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Bagi mereka yang menentangnya, undang-undang tersebut dipandang berpotensi membebani pembayar pajak dan menurunkan daya beli. Sementara itu, para pendukungnya percaya bahwa undang-undang ini dapat meningkatkan tarif pajak penghasilan. Apabila pajak-pajak ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan lebih lanjut, maka manfaatnya bagi wajib pajak akan sangat nyata.

“Akselerasi atau tidaknya kenaikan itu tergantung pola pikir pemerintah. Saat ini kenaikan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pemerintah masih bisa berubah pikiran. Yang mendukung akan langsung melihat percepatannya.” Selain itu, pemerintah dan DPR sudah lama membahas kenaikan tarif PPN yang menjadi UU HPP, kata Budi kepada ANBALI NEWS beberapa waktu lalu.

“Mereka yang menentang hal ini akan menyadari pentingnya hal ini dari sudut pandang pembayar pajak. Meningkatnya beban PPN berpeluang menurunkan daya beli masyarakat. Pada akhirnya, penjualan perusahaan akan menurun. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang tidak setuju dengan kenaikan PPN, lanjutnya.

Dia mengatakan, kenaikan PPN juga memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk menyesuaikan penggunaan dana masyarakat dalam APBN. Nantinya, hal ini dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kekayaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Peningkatan jumlah pajak ini bertujuan agar pemerintah lebih leluasa dalam mengelola dana masyarakat dalam APBN. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai kebebasan untuk mendistribusikan kembali pajak untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat,” jelasnya.

Ia juga menilai kenaikan tarif PPN merupakan langkah pengalihan porsi penerimaan pajak dari PPh (pajak penghasilan orang pribadi) menjadi PPN.

Prianto mengatakan, salah satu tren perpajakan Tanah Air saat ini adalah pengurangan pajak korporasi. Tujuannya untuk menarik investasi asing.

Namun hal ini menimbulkan persaingan pajak dalam tarif pajak perusahaan. Cara lain untuk melakukan hal ini adalah dengan mendistribusikan pembebasan pajak. Istilah yang sering digunakan adalah “race to the bottom” karena banyak negara berjuang untuk mengurangi pajak perusahaan.

Selain itu, sistem Ph telah meningkatkan praktik perencanaan pajak yang agresif, yang juga dikenal sebagai penghindaran pajak atau perlindungan pajak.

“Untuk mengatasi dua fenomena di atas (rush to the bottom dan perencanaan pajak yang agresif), banyak negara (termasuk Indonesia) yang mulai mengalihkan pajaknya ke PPN,” kata Prianto.

Dia menjelaskan, penggunaan PPN mudah dan risiko penghindaran pajak sangat rendah. Tarif pajak ditentukan langsung berdasarkan jumlah penjualan.

“Jadi tujuan kenaikan tarif PPN dan peningkatan porsi PPN adalah untuk menggantikan tren penurunan pajak korporasi. Salah satu tren pajak yang sedang terjadi di negara ini adalah penurunan tarif pajak perusahaan. Tujuannya untuk menarik investasi asing,” jelas Prianto.

“Jadi tujuan kenaikan PPN dan penambahan Pos PPN adalah untuk mengimbangi tren penurunan pajak badan,” tegasnya.

PPN 12% Pilihan lain

Kenaikan pajak sebesar 1% ini juga akan sangat selektif dan tidak semua sektor akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan tersebut. Hanya sebagian saja yang mendapat kenaikan.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah menaikkan PPN hanya pada barang yang bernilai tinggi. Hal ini tidak memperkuat kepentingan masyarakat dan direkomendasikan agar barang kebutuhan pokok tetap dikenakan PPN sebesar 11%.

“Pertama, PPN 12% hanya berlaku untuk barang tertentu yang bernilai tinggi. Kedua, barang kebutuhan pokok dan jasa terkait yang berdampak pada masyarakat tetap dikenakan pajak yang berlaku saat ini sebesar 11%,” kata Wakil Juru Bicara DPR Sufmi. Dasco Ahmad, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Tiongkok (12 Mei 2024).

Sementara itu, Presiden Tanah Air, Bapak Prabowo Subianto, menyatakan bahwa kebijakan ini akan terus diterapkan. Pasalnya, hal itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Meski begitu, Prabowo berjanji pertunjukannya akan eksklusif dan hanya fokus pada barang-barang mewah.

Sesuai UU HPP 2021 dan PMK No. Menurut Peraturan Nomor 116/PMK.010/2017, jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah beberapa barang yang terbagi dalam beberapa kategori. Berikut daftar barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN 12%.

“Kami diberitahu bahwa PPN itu undang-undangnya, akan kami terapkan, tapi hanya pada pemilihan barang mewah,” kata Prabowo, Jumat (6/12/2024) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Dia mengatakan, PPN 12 persen ditujukan pada barang berkualitas untuk membantu masyarakat awam. Selain itu, hingga tahun 2023, pemerintah belum mengumpulkan apa yang seharusnya dikumpulkan untuk membantu masyarakat miskin.

“Bagi sebagian orang, kami terus melindunginya. Tentu saja, sejak akhir tahun 23, pemerintah belum mengumpulkan apa yang seharusnya dikumpulkan untuk melindungi dan membantu generasi muda. Jadi kalaupun naik, itu untuk hal-hal yang bernilai tinggi,” kata Prabowo.

Sesuai UU HPP Tahun 2021 dan PMK No. Menurut Peraturan Nomor 116/PMK.010/2017, jenis barang yang tidak dikenakan PPN adalah beberapa barang yang terbagi dalam beberapa kategori. Berikut daftar barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN 12%.

Makan

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, rumah makan, rumah makan, toko, dan lain-lain, termasuk makanan dan minuman, baik dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang dipasok oleh perusahaan katering atau jasa katering dan dikenakan pajak dan bea daerah. Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan pajak daerah.

Mali

Uang, emas batangan untuk menyimpan mata uang asing dan surat berharga

Melayani

Layanan keagamaan

Pelayanan Sosial

Layanan Keuangan

Layanan asuransi

Layanan Pendidikan

Tugas kerja

Jasa profesi dan hiburan, termasuk segala jenis jasa yang diberikan oleh tenaga profesional dan hiburan, dikenakan pajak daerah dan pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan pajak daerah.

Pelayanan hotel, termasuk sewa kamar dan/atau penyewaan kamar pada hotel, dikenakan pajak daerah dan pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan pajak daerah.

Pelayanan yang diberikan oleh Pemerintah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan secara keseluruhan, termasuk segala jenis pekerjaan yang berkaitan dengan kegiatan kerja yang hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan sistem hukum dan tidak dapat diberikan dengan cara lain. membentuk. bisnis.

Jasa penyediaan tempat parkir, termasuk jasa penyediaan atau pengelolaan tempat parkir, yang diberikan oleh pemilik atau perusahaan pengelola tempat parkir, dikenakan pajak daerah dan pajak daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan pajak daerah. .

Pelayanan kesehatan medis lainnya dan yang termasuk dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Pelayanan angkutan umum baik melalui darat maupun laut serta pelayanan angkutan udara dalam negeri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari angkutan internasional.

Gastronomi atau jasa katering, yaitu segala makanan dan minuman untuk penyediaan jasa yang dikenakan pajak dan bea daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pajak dan bea daerah.

Daftar Barang Tidak Kena PPN 12 dalam PMK 116/2017

Beras dan biji-bijian: digiling, digiling, dimurnikan atau dimurnikan, digiling setengah atau digiling seluruhnya, dipecah, menir, air garam yang cocok untuk ditanam.

Jagung: termasuk jagung yang dikuliti, termasuk jagung yang dikuliti, jagung pecah-pecah, menir, tidak termasuk biji.

Sagu: Bubur sagu (sari sagu), tepung terigu, tepung terigu dan tepung kasar.

Kedelai: dicincang, utuh dan pecah-pecah, tanpa biji.

Garam konsumsi: beryodium maupun tidak, termasuk garam meja dan garam denaturasi, yang dapat dikonsumsi sesuai kebutuhan.

Daging: segar dari hewan ternak dan unggas tanpa tulang/tanpa tulang yang belum diolah, dibekukan, dikapur, dibakar, diasinkan, dimasak atau diawetkan dengan cara lain.

Telur: tidak diolah, diasinkan, dibersihkan atau diawetkan, kecuali bijinya.

Susu: Susu kental, baik didinginkan atau dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.

Buah: Buah yang baru dipetik yang mungkin telah melalui proses pencucian, pengepakan, pengupasan, pemotongan, pengirisan dan penyusutan selain pengeringan.

Sayuran: Sayuran segar dipetik, dicuci, dicairkan, disimpan pada suhu rendah dan dikeringkan, termasuk sayuran yang baru dipotong.

Ubi Jalar : Ubi jalar segar baik yang sudah dicuci, disortir, dikupas, dipotong, diiris dan dihaluskan.

Rasa: gosong, kering, tetapi tidak hancur atau pecah.

Gula yang dapat dimakan: gula pasir putih dari tebu untuk digunakan tanpa tambahan bumbu atau pewarna

Daftar Barang Kena Pajak

Barang-barang yang dikenakan PPN diatur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 sesuai dengan perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang PPN atas Barang dan Jasa dan PPN atas Barang Mewah. Barang-barang berikut ini dikenakan PPN sesuai dengan Pasal 4 ayat 1.

Pemindahtanganan Barang Kena Pajak (BKP) di bidang bea dan perdagangan.

Masuk BKP.

Pemberian Jasa Kena Pajak (JKP) di bidang kepabeanan dan dunia usaha.

Penggunaan harta tidak berwujud yang berasal dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Penggunaan JKP dari luar kawasan budaya di dalam kawasan budaya.

Ekspor dari BKP dikenakan bea cukai.

Ekspor BKP yang tidak dapat ditangani oleh perusahaan dikenakan pajak.

JKP yang diekspor oleh pengusaha dikenakan pajak. Tonton video “Video: Kemarahan Masyarakat Terhadap PPN Akan Meningkat Hingga 12% Pada Tahun 2025” (anl/ega)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top