Jakarta –
Menteri Pendidikan Tinggi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan, tunjangan kinerja (tukin) bagi guru besar berstatus pegawai negeri sipil (ASN) kemungkinan akan dibayarkan pada tahun 2025. Tukin ini sudah lima tahun tidak dibayarkan pemerintah.
Pasalnya, pemerintah Laos mengirimkan surat kepada Kementerian Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk menambah anggaran pembayaran subsidi ini kepada Kementerian Keuangan (Khmer). Menurut dia, Kementerian Keuangan juga memberikan sinyal baik terkait penggunaan anggaran tersebut.
“Tukin ini sudah dibahas antar kementerian dan cukup intensif. Kami akhirnya menyurati Kementerian Keuangan bahwa anggarannya untuk penundaan pembayaran tukin selama lima tahun,” kata Satryo di Global Tower, Jakarta, Kamis pekan lalu.
“Kementerian Keuangan sudah menyetujui perhitungan kami secara prinsip dan kami berharap dalam waktu dekat Menteri Keuangan bisa menyetujuinya. Jadi kami berharap ada solusi bagi teman-teman yang harus membayar biaya tersebut.”
Terkait pembayaran tukin guru yang sempat tertunda selama 5 tahun terakhir, Satryo menjelaskan permasalahan ini berawal dari terbitnya UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Dalam aturan tersebut, ASN di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang saat ini menjadi Kementerian Pendidikan dan Teknologi hanya mengacu pada ASN di wilayah administratif. Berbeda dengan profesor yang mendapat tunjangan profesi bukan tukin.
Namun, hanya mereka yang memiliki sertifikat dosen profesional (serdos) yang menerima suplemen profesional ini. Oleh karena itu, bagi mereka, khususnya dosen muda, yang tidak mendapat ijazah, tidak mendapat tunjangan profesi.
“Nah, kalau guru besar yang PNS, yang dimaksud dengan penghasilan adalah gaji ditambah tunjangan kerja ditambah tunjangan profesi. Sebenarnya tukin untuk guru besar tidak ada, karena berbeda untuk menilai kinerja guru besar, berbeda dengan admin. profesor, sertifikat profesi profesor,” jelasnya.
“Iya yang tidak dapat tunjangan, yang punya ijazah, dapat, dapat pekerjaan, tugas, gaji, tidak ada masalah, yang punya ijazah itu. Masalahnya, mereka menuntut, kenapa kami tidak dibayar? Iya jadi “wajar saja, karena bukan salah mereka yang tidak punya ijazah, mereka berusaha menggunakan uang untuk menggantikan tunjangan profesi. Yang punya, mereka tidak punya ijazah,” jelas Satryo lagi. .
Namun karena banyak hal, termasuk perubahan nama kementerian dari MŠŠ menjadi MŠT hingga saat ini terpecah dan berubah menjadi MŠT dan timbullah permasalahan tersebut. . Pembayaran tukin guru sampai saat ini masih tertunda.
Sebagai informasi, Satryo dalam catatannya kepada ANBALI NEWS baru-baru ini mengatakan kliennya mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 2,6 triliun kepada Kementerian Keuangan terkait pembayaran tukin guru. Tukin ini akan dicairkan pada tahun 2025 setelah mendapat persetujuan Kementerian Keuangan dan Badan Anggaran (Banggar) DPR.
Hal itu diungkapkannya kepada ANBALI NEWSEd saat ditemui Jumat (1/10/2025) lalu di Gedung D Kemendikbud, Jakarta. .
Menurut dia, dengan pembayaran tukin ini, pemerintah bisa menutup kesenjangan pendapatan antara guru ASN yang tidak mendapat pelatihan vokasi dengan yang mendapat. Langkah ini diharapkan dapat menunjang pendapatan guru besar ASN yang tidak kalah dengan pendapatan tenaga pengajar administrasi (tendik) di perguruan tinggi masing-masing.
“Jadi benar kita akan menutup perbedaan yang ada antara yang bisa tukin dan yang tidak,” jelasnya.
Usulan besaran anggaran Rp 2,6 triliun dihitung dari data sementara ‘korban’ guru dan rencana tukinnya yang belum dibayar.
(fdl/fdl)