Jakarta –
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak sumber daya alam (SDA), termasuk kekayaan tanaman (vegetasi). Indonesia kaya sekali sehingga konon mempunyai tanaman penghasil emas.
Catatan Diticcom menyebutkan bahwa Prof. Hamim, Dokter Spesialis Biologi Tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam pidato ilmiah Guru Besar Tetap IPB beberapa waktu lalu. Menurut dia, logam mulia dapat dipisahkan dari tumbuhan penyerap logam berat. Hamim menjelaskan, logam berat merupakan unsur yang tidak mudah terurai. Ia dapat bertahan hidup di dalam tanah selama ratusan tahun.
Namun, ada banyak tumbuhan yang dapat menyerap logam berat dalam jumlah besar ke dalam jaringannya. Karena kemampuannya tersebut, tanaman ini dapat digunakan sebagai pembersih lingkungan yang dikenal dengan istilah fitoremediasi.
“Banyak jenis tumbuhan yang menyerap logam berat dalam jumlah besar ke dalam jaringannya, disebut hiperakumulator,” kata guru besar tetap Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), IPB University ini.
“Selain digunakan dalam fitoremediasi, tanaman ini juga dapat digunakan untuk ekstraksi logam-logam bernilai ekonomis seperti nikel, perak, emas, platina, dan thallium, atau dalam kegiatan yang dikenal dengan istilah fitomimining,” imbuhnya.
Hamim menjelaskan, tanaman hiperakumulator banyak ditemukan di daerah dengan konsentrasi logam tinggi, seperti tanah berkelok-kelok dan ultrabasa. Indonesia adalah rumah bagi salah satu daratan ultra-basa terbesar di dunia, termasuk Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
Namun, ia menilai potensi fasilitas hyperbattery di sana belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini memerlukan perhatian berbagai pihak agar potensi tersebut dapat digali dan dimanfaatkan dalam pembersihan tanaman dan ekstraksi tanaman.
Misalnya saja di sekitar bendungan tailing tambang emas PT Antam UBPE Pongkor (tempat pembuangan tailing sisa pemisahan bijih logam mulia dari material non-ekonomi) hampir semua jenis vegetasi diperoleh, dari endapan emas. Pada tingkat yang sangat rendah.
Bayam (Amaranthus) yang tumbuh di sekitar ekor mempunyai potensi akumulasi emas paling tinggi, namun karena biomassanya rendah, potensi ekstraksi tanamannya rendah. Tanaman Lembang (Typha angustifolia) juga memiliki akumulasi emas (Au) yang sangat tinggi. Typha” per hektarnya bisa menghasilkan 5-7 gram emas. Hal ini tentunya memerlukan penyelidikan lebih lanjut,” jelas Hamim.
Pada saat yang sama, dalam percobaan, penggunaan endofit bersekat gelap dan jamur mikoriza membantu tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang tercemar oleh logam berat. Jamur ini dapat membantu dalam program fitoremediasi.
“Penggunaan amonium tiosianat (NH4SCN) sebagai ligan pelarut emas dapat meningkatkan serapan emas tanaman dan meningkatkan biomassa tanaman. Hal ini berpotensi besar untuk program fitomatasi di tambang emas,” tutupnya. (fdl/fdl)