Jakarta –
Guna memperkuat tata kelola komunikasi publik, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akan menerapkan Sistem Kepatuhan Moderasi Konten (Saman). Aplikasi ini dirancang untuk melindungi orang-orang di Internet, terutama anak-anak.
Komdigi merancang Saman untuk memantau dan menegakkan kepatuhan penyelenggara terhadap sistem elektronik untuk konten pribadi atau buatan pengguna (PSE UGC).
Melalui aliansi ini, Komdigi akan memastikan PSE seperti X, Google, YouTube, Instagram, Facebook, dan Tiktok mematuhi peraturan sekaligus memberikan ruang digital yang aman bagi masyarakat.
Menteri mengatakan: “Kami akan menerapkan UU Samman mulai bulan Februari untuk mengekang penyebaran konten ilegal di platform digital. Melindungi masyarakat, terutama anak-anak, dari pornografi, game, dan pinjaman online ilegal merupakan langkah penting bagi kami untuk mencapai prioritas keselamatan dan kesehatan di ruang digital.
Proses penindakan Saman Komdigi terhadap PSE dan UGC akan dilakukan secara bertahap. Pertama, untuk menurunkan urutan konten, mereka harus menurunkan URL yang dilaporkan dalam urutan ini.
Langkah kedua adalah penilaian ulang surat 1 (ST1). Pada tahap ini PSE wajib mengurangi isinya agar tidak berlanjut ke ST2.
Selain itu, tahap ketiga adalah Surat Penalti 2 (ST2), dan PSE UGC perlu menyerahkan surat komitmen denda administrasi. Terakhir, ada Surat Peringatan 3 (ST3). Jika ketidakpatuhan masih terjadi, sanksi dapat berupa penghentian akses atau pemblokiran.
Kategori kejahatan yang dipantau melalui Saman juga mencakup pornografi anak, pornografi, terorisme, perjudian online, aktivitas keuangan ilegal seperti pinjaman ilegal, serta makanan, obat-obatan, dan kosmetik ilegal.
Sesuai Keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika Nomor 1 berdasarkan Keputusan Nomor 522 Tahun 2024, UGC PSE yang tidak mematuhi perintah dekomisioning akan dikenakan sanksi administratif berupa denda. Notifikasi dari PSE akan diselesaikan dalam waktu 1×24 jam untuk konten yang tidak mendesak dan dalam waktu 1×4 jam untuk konten yang mendesak. Sanksi ini dirancang untuk memastikan kepatuhan sekaligus memberikan efek jera bagi pelanggar.
Yang pasti sebelum mencalonkan diri, pemerintah sudah memilah aturan dari beberapa negara yang sudah menerapkan dan berhasil menerapkan aturan serupa, kata Metia.
Melindungi kelompok rentan
Komdigi mencatat, anak-anak merupakan pihak yang paling rentan terhadap eksploitasi di ruang digital. Data menunjukkan bahwa kejahatan terhadap anak seperti eksploitasi seksual online, perdagangan manusia, dan penyebaran konten berbahaya terus meningkat.
Data tahun 2021 hingga 2023 menunjukkan jumlah pengaduan anak korban kejahatan pornografi dan internet ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencapai 481, sedangkan jumlah anak korban eksploitasi dan perdagangan anak sebanyak 431. Semua kasus tersebut sebagian besar disebabkan oleh penyalahgunaan teknologi informasi dan penggunaan peralatan yang tidak sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak.
Selain itu, laporan UNICEF menunjukkan bahwa sepertiga anak-anak di seluruh dunia telah terpapar konten tidak pantas di Internet.
Penerapan Saman ini sejalan dengan langkah negara lain yang telah menerapkan aturan serupa. Misalnya, Jerman telah memberlakukan Undang-Undang Penegakan Hukum Internet (NetZDG), yang mewajibkan platform media sosial untuk menghapus konten ilegal dalam waktu 24 jam.
Malaysia menerapkan anti-berita palsu pada tahun 2018 untuk memerangi berita palsu. Lalu ada Perancis, yang mempunyai undang-undang untuk memerangi manipulasi informasi menjelang pemilu. Saksikan video “Video: Bppik dan Kemkomdigi bahas perbaikan” (AGT/Fay)