Jakarta —
Bali diminta segera mengatasi permasalahan sampah, baik yang disebabkan oleh pariwisata, warga, maupun sampah kiriman. Saat ini survei Travel and Tourism Development Index (TTDI) menunjukkan indeks kebersihan dan kesehatan destinasi wisata Indonesia, termasuk Bali, masih rendah.
Himbauan ini disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofik. Masalah sampah laut di Bali ia soroti saat pengumpulan sampah di Pantai Kedonganan, Kuta, Badung, Bali, Minggu (19/1/2025).
Tujuannya adalah mengurangi sampah laut sebesar 70 persen pada tahun 2025. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah pusat telah memberikan bantuan berupa truk, sepeda motor pengangkut sampah, dan tong sampah yang akan dipasang di 14 titik sungai di Bali. Ledakan sampah dibantu oleh Uni Emirat Arab.
Selain itu, Pemerintah membentuk kelompok koordinasi pengolahan limbah laut sesuai dengan Peraturan No. Menteri Pangan dan Pangan 2025. 3.
“Sampah laut yang terkirim merupakan permasalahan bersama sehingga kita harus bekerja sama untuk mengatasinya,” kata Hanif.
Selain sampah yang dikirim, Hanif menyoroti sampah industri pariwisata. Ia mengingatkan operator restoran dan hotel di Bali akan tanggung jawabnya dalam menangani sampah secara mandiri.
“Peraturan negara bagian memberlakukan kewajiban untuk mendaur ulang sampah. Jadi pengelola hotel dan kafe harus mengolah sampahnya sendiri,” kata Hanif.
Hanif menegaskan, yang boleh mengubur sisa sampah di tempat pembuangan sampah (TPA) saja. Pemerintah kota akan memantau apakah pengelola hotel, restoran, dan kafe menangani sampah mereka.
Semua alat akan kita gunakan bersama Pemprov Bali dan pemerintah kabupaten,” ujarnya.
Menurut Hanif, sekitar 50 persen sampah di Bali berasal dari rumah tangga, sedangkan 25 persen sisanya berasal dari hotel, kafe, dan restoran. Ia berharap kebijakan ini dapat mengurangi pencemaran limbah di sungai dan laut. Untuk mendukung upaya tersebut, beberapa pejabat eselon 1 Kementerian Lingkungan Hidup telah ditempatkan di Bali selama setahun terakhir.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bali Deva Made Indra menyadari dampak sampah terhadap warga.
“Produk ini menimbulkan dua dampak negatif, yaitu mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan anak-anak. Karena kita tahu minuman jenis ini memiliki kandungan gula yang sangat tinggi,” kata Deva Indra tentang kemasan minuman plastik bekas yang mendominasi sampah.
Sementara itu, Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Puspa mengatakan, indeks kebersihan dan kesehatan destinasi wisata Indonesia, termasuk Bali, masih rendah berdasarkan survei Travel and Tourism Development Index (TTDI). Indonesia menempati peringkat ke-89 dari 114 negara pada pilar kesehatan dan kebersihan.
“Kita masih sedikit pada pilar kesehatan dan kebersihan. TTDI ada di seluruh Indonesia. Karena Bali salah satu promotor pariwisata terbesar,” ujarnya.
Ni Luh mengatakan, Kemenpar menggalakkan kampanye pariwisata bersih di delapan destinasi prioritas antara lain Bali, Mandalika, Labuan Bajo, dan Danau Toba. Jika kampanye ini berhasil, maka akan diperluas ke destinasi lain.
“Karena kita juga punya anggaran (terbatas).” Jadi kita masih belum bisa mendapatkan semua tempat wisata tersebut. Tapi kami fokus ke sana dulu,” ujarnya.
Peraturan kebersihan akan dikembangkan untuk masyarakat lokal, wisatawan domestik dan asing. Puspa berharap aturan ini mampu menciptakan destinasi wisata yang bersih dari sampah dan memiliki toilet yang memadai.
“Kami ingin pariwisata Bali bersih dan toiletnya bersih,” ujarnya.
Akhir tahun lalu, Fodor’s Guide mencantumkan Bali sebagai destinasi yang tidak layak dikunjungi karena limbahnya. Pemborosan ini disebabkan oleh hypertourism, atau pariwisata yang berlebihan. Fodor’s menilai Pemprov Bali gagal menangani sampah, termasuk sampah industri pariwisata seperti hotel dan restoran.
Fodor menyatakan, sampah di Bali malah menciptakan kiamat plastik. Bali Partnership, sebuah koalisi akademisi dan organisasi non-pemerintah yang bekerja untuk meneliti dan mengatasi masalah pengelolaan sampah, memperkirakan bahwa pulau ini menghasilkan 1,6 juta ton sampah setiap tahunnya, dengan jumlah sampah plastik mencapai hampir 303.000 ton.
Dengan jumlah sampah yang besar, hanya 48% dari total sampah yang dikelola secara bertanggung jawab dan hanya 7% sampah plastik yang didaur ulang. Akibat defisit ini, 33.000 ton plastik berakhir di sungai, pantai, dan lingkungan laut Bali setiap tahunnya, sehingga menimbulkan ancaman serius bagi ekosistem pulau tersebut.
“Pengelolaan sampah di Bali hampir tidak bisa mengimbangi jumlah sampah, dan masih jauh dari cukup,” kata Christina Vinkafe, pakar perjalanan berkelanjutan yang fokus di Asia Tenggara. Saksikan video “Video: Wamenpar Fokus Soal Kebersihan Sampah dan Toilet di Bali” (fem/fem)