Semua Akan BPA-Free pada Waktunya

Jakarta –

Kadar bisphenol A (BPA) pada plastik polikarbonat yang digunakan dalam kemasan air minum yang dapat digunakan kembali telah lama menjadi perhatian. Banyak negara bahkan telah meninggalkan bahan ini karena risiko kesehatan yang ditimbulkannya.

Masyarakat sebenarnya sudah sadar akan bahaya BPA sejak tahun 1970an, kata Dr. Ulul Albab, Sekretaris Jenderal Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Sejak saat itu, banyak negara mulai menetapkan ambang batas toleransi BPA yang dapat diterima oleh tubuh manusia.

Misalnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA), atau Badan Pengatur Makanan dan Obat AS, menetapkan batas aman paparan BPA setiap hari pada tahun 1988 sebesar 50 mikrogram/kg berat badan. Sementara itu, pada tahun 2015, berdasarkan serangkaian penelitian, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menetapkan ambang batas yang jauh lebih rendah yaitu 0,04 ng/kg berat badan.

Situasi ini juga menyebabkan beberapa negara akhirnya mulai merumuskan peraturan bebas BPA dan meninggalkan produk yang mengandung BPA. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan risiko dampak kesehatan. Banyak penelitian yang menemukan kaitan antara BPA dengan berbagai masalah kesehatan, terutama gangguan hormonal dan reproduksi.

“Kemudian beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Malaysia, lalu negara-negara Eropa melarang BPA. Karena kita tahu ada sekitar 130 penelitian yang menunjukkan PPM berbahaya dalam jangka panjang terhadap tumbuh kembang pria, wanita, dan anak,” kata Ulul. Dr pada acara ANBALI NEWS Leaders Forum di Jakarta Selatan, Rabu (30 Oktober 2024).

Di Indonesia, BPOM menemukan kadar BPA di atas ambang batas pada galon polikarbonat di banyak kota di Indonesia antara tahun 2021 dan 2022. Temuan tersebut mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia mengeluarkan Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 (Terkait Pelabelan Pangan Olahan). Pasal 61A aturan tersebut mensyaratkan bahwa air minum yang dikemas dalam polikarbonat harus memuat tulisan “Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA dalam air minum dalam kemasan”.

Perlahan-lahan, semakin banyak produk air minum dalam kemasan yang beralih dari plastik polikarbonat ke PET yang lebih aman. Kemasan galon reusable sudah mulai ditinggalkan, meski produk baru mulai didistribusikan secara selektif di daerah tertentu.

“Sebenarnya sudah mulai diterapkan di lapangan, tapi itu belum semuanya karena Indonesia belum melarang zat terkait BPA,” tegasnya.

Melihat dari negara lain, perilaku masyarakat dalam memilih kemasan makanan berbahan plastik sudah mulai berubah. Mengapa mempertaruhkan kesehatan Anda ketika ada alternatif yang lebih aman? (avk/上)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top