Mungkinkah Kelahiran RI Turun Imbas Childfree?

Jakarta –

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji mengatakan munculnya fenomena childless tidak akan mempengaruhi angka kelahiran di Indonesia. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan bahwa 71 ribu perempuan usia 15-49 tahun tidak ingin mempunyai anak pada tahun 2023.

Angka tersebut diperkirakan mempengaruhi angka kelahiran atau Total Fertility Rate (TFR). Beberapa negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan China diketahui mengalami penurunan angka kelahiran, salah satunya karena adanya keinginan bebas.

“Saya yakin budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan negara lain. Jadi saya juga yakin itu bagus,” kata Wihaji saat dihubungi Datikcom, Rabu (14/11/2024).

Meski peluang penurunan angka kelahiran akibat infertilitas masih sangat rendah, namun risikonya tetap ada. Oleh karena itu, menurut Vihaji, perlu juga dilakukan upaya preventif.

Vihaji mengatakan, untuk saat ini dirinya akan fokus memastikan terpenuhinya kebutuhan KB dan harapan masyarakat. Selain itu, menurutnya, pendidikan pada generasi muda dan dewasa juga sangat penting untuk ditekankan dalam memahami struktur keluarga.

“Tentunya saya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menghormati pilihan tersebut. Namun tanggung jawab saya sebagai pembantu Presiden adalah memastikan bisnis di Indonesia legal,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS, tren anak tanpa anak meningkat sejak pandemi Covid-19. BPS menilai tren peningkatan tersebut mungkin terkait dengan kebijakan bekerja dari rumah yang berlaku saat itu.

Mengenai alasan perempuan memutuskan untuk tidak memiliki anak, kesulitan ekonomi merupakan salah satu faktor penting. Selain itu, faktor lainnya adalah keinginan untuk mengejar pendidikan atau karir yang lebih baik.

Saat ini, diperkirakan satu dari 1.000 perempuan di Indonesia telah memutuskan untuk tidak mempunyai anak.

Tasya (20), siswi di Daepok, menjelaskan alasannya memutuskan melepaskan anak tersebut. Ia mengaku masih ragu apakah dirinya akan menjadi orang tua yang baik di masa depan.

Tasya mengatakan, memiliki anak merupakan tanggung jawab besar bagi seorang wanita.

“Karena aku belum menyelesaikan masalahku, aku takut aku tidak bisa menyelesaikannya jadi aku akan melampiaskannya pada anakku. Mentalku belum siap, itu urusan hidup kan? Anak itu terbentuk . Kepribadian dan orang tua membantu jadi saya belum siap dan saya tidak yakin bisa melakukannya,’ cerita Tasya.

Hal serupa juga dialami oleh siswa lainnya, Audrey (21), yang mengaku belum siap mental menjadi orang tua. Selain itu, belakangan ini ia banyak melihat kasus penelantaran anak.

“Sesederhana itu karena aku takut dengan bagian persalinan, aku memikirkan masa depan jika aku beruntung bisa hamil dan melahirkan, yang paling parah aku mati saat melahirkan, aku lebih memikirkan apa apa yang akan terjadi.” Pikirkanlah. Putraku dan suamiku,” kata Audrey.

Namun, Audrey juga mengetahui bahwa pandangannya terhadap kebebasan anak dapat berubah seiring berjalannya waktu tergantung banyak faktor di masa depan. Tonton video “Respon Veronica Tan terhadap Pola Asuh Tanpa Anak” (avk/kna)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top