Jakarta –
Menurut Menteri Keuangan Shri Mulyani Indrawati, pajak Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) telah mencapai 10,02 persen pada akhir Oktober 2024.
Informasi tersebut diungkapkan Sri Mulyani saat rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR RI. Pemerintah mempunyai rencana pajak tahun ini sebesar 9,92% hingga 10,2%.
Tarif pajak saat ini sebesar 10,02% ditambah produk domestik bruto (PDB), kata Sri Mulyani Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Oleh karena itu, angka tersebut masih dalam batas yang ditetapkan pemerintah pada tahun ini. Namun jumlah tersebut masih jauh dari batas atas yaitu 10,2% PDB.
Secara keseluruhan, hingga Oktober 2024, penerimaan pajak Kementerian Keuangan mencapai Rp1.517,53 triliun, turun 0,4% dari Rp1.523 triliun pada Oktober tahun lalu. Saat ini, sepengetahuannya, penerimaan pajak mencapai 76,3 persen dari target Rp 1.988,9 juta.
“Kami sudah mengumpulkan 1.517,5 triliun birr, artinya 76,3% dari target. Penerimaan pajak kami masih terus meningkat,” ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan, minimnya pertumbuhan pajak ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain anjloknya harga produk seperti minyak sawit (CPO) dan batu bara.
“Sekarang kami sampaikan kepada DPD bahwa tahun ini adalah tahun yang sangat sulit karena pertumbuhan pajak kita buruk,” ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan akan memperkenalkan Sistem Administrasi Perpajakan Inti (SIAP) atau Core Tax Administration System (CTAS) pada tahun 2025. Sistem perpajakan baru yang disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya merupakan yang terbesar di dunia. .
Induk Pajak merupakan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan kemudahan kepada penggunanya. Key Tax Development merupakan bagian dari Proyek Peningkatan Administrasi Perpajakan (PSIAP) yang disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 2018.
“Sebenarnya kita fokus untuk memperkenalkan PPh pada awal tahun depan (2025). Jadi, langkah-langkah ini sedang dipersiapkan oleh DJP sendiri dan juga tim yang melakukan perpajakan sendiri, bisa diperpanjang secara terpisah. Jagalah agar tidak ada masalah,” kata Sri Muliani dalam siaran pers APBN. Hal itu diungkapkannya, Jumat (8/11/2024).
Sistem ini telah mampu mengumpulkan hingga 1,5 persen PDB, kata Mr. Muchamad Arifin, Kasubdit Pengelolaan Penerimaan Pajak. Hal ini berdasarkan studi Bank Dunia.
Sesuai laporan pertemuan istri SMI dengan Presiden, sekitar Desember 2024. Diharapkan awal tahun 2025 bisa dibuka, kata Arifin saat ditemui media di Air, Banten, Kamis. (26/). 9/2024).
Kalaupun pajak utama diterapkan, Arifin, belum diketahui secara pasti dampaknya terhadap pendapatan negara. Untuk melihat efeknya, menurut dia, hingga 5 tahun.
Arifin tidak merinci perkiraan akhir dan tambahan penerimaan negara melalui pajak inti. Namun ia menemukan bahwa pendapatan dari pajak atau rasio meningkat secara signifikan setelah diterapkan dalam sistem tersebut.
“Semua tergantung ketersediaan informasi. Misalnya Pajak Inti berjalan dan semua informasi yang kita harapkan dari instansi dan lembaga dimasukkan, saya kira pajaknya pasti akan naik banyak,” ujarnya. katanya.
Tonton juga videonya: Pajak Penghasilan RI Hingga Rp 1.000 T, Ini Detailnya…
(shc/rd)