Jakarta –
Bandara internasional di Pulau Matinik terpaksa ditutup karena kerusuhan terkait biaya hidup. Para penumpang juga tetap berdiri.
Martinique adalah sebuah pulau di Karibia, tempat pemerintah Perancis bekerja. Perancis saat ini mengalami kesenjangan yang besar antara biaya hidup di daratan Perancis dan wilayah luar negerinya, dengan penduduk Martinik membayar sekitar 30-42% untuk makanan.
Dilansir BBC pada Sabtu (12/10), banyak pengunjuk rasa yang memasuki landasan udara di ibu kota Fort-de-France, hingga berujung pada penutupan bandara. Penerbangan masuk dialihkan ke Guadeloupe, yang juga merupakan wilayah Prancis.
Stadion dibuka kembali pada hari Jumat.
Protes dimulai pada bulan September untuk menuntut reformasi harga pangan bagi masyarakat di pantai Perancis, dimana harga pangan telah turun sebesar 40%. Seorang pengunjuk rasa ditembak mati dan 26 petugas polisi terluka dalam kekerasan tersebut.
Sejak itu, jam malam telah diberlakukan di pulau itu, dan pada akhir September pemerintah Prancis mengerahkan polisi anti huru hara setelah pengunjuk rasa menentang larangan pertemuan publik. Kekerasan kembali terjadi pada hari Senin ketika polisi mencoba menghilangkan penghalang jalan, lapor kantor berita AFP.
Dalam beberapa hari terakhir, barikade telah didirikan, tempat usaha dijarah dan mobil dibakar di banyak bagian pulau tersebut.
Salah satu dari 26 polisi yang terluka mengalami luka tembak. Seorang pria meninggal di rumah sakit karena cedera serupa pada hari Kamis, setelah kekerasan malam itu. Sebuah pemeriksaan diadakan atas kematiannya.
Pejabat setempat mengatakan polisi tidak melepaskan tembakan.
Pada hari Selasa, Walikota Fort-de-France, Didier Laguerre, mengakui bahwa penduduk Martinik, wilayah berpenduduk 350 orang, berjuang untuk melindungi diri mereka sendiri.
“Saya memahami rasa sakit dan kemarahannya.”
Saksikan video “Penumpang domestik tidak perlu tes PCR antigen, tapi…” (bnl/bnl)