Jakarta –
Badan Layanan Umum Usaha Kecil dan Menengah (BLU) mencatatkan indikator keuangan yang dinamis. Padahal SMESCO sudah 5 tahun defisit.
CEO SMESCO Ventor Rah Mada mengatakan, sebagai BLU, SMESCO mempunyai tugas untuk dapat berkontribusi terhadap pendapatan nasional bebas pajak (PNB). Namun pada periode 2018 hingga 2022, SMESCO mengalami defisit.
Menurut dia, salah satu faktor penyebab kegagalan tersebut berasal dari sumber eksternal, yakni pembangunan LRT yang berujung pada tertutupnya akses SMESCO. Segera datanglah pandemi COVID-19
“Dari wabah yang menyebabkan banyak sekali penyewa di SMESKO hingga lantai 17, karena banyaknya penyewa di SMESKO, kejadian pun menjadi jarang terjadi. Akibatnya, situasi di dalam negeri SMESKO sangat lesu sejak tahun 2018,” kata Wintor. Konferensi pers di kantor KemenKop, UKM, Jakarta, Kamis (17/10/2024).
Wintor mengatakan defisit terbesar terjadi pada tahun 2020, melebihi Rp 10 miliar. Namun timnya berhasil memperbaiki keadaan sehingga pada tahun 2023, SMESCO keluar dari zona merah.
“Keluar dari defisit. Kita mulai go green lagi. Dari tahun 2021 ketika pertama kali saya bergabung di SMESCO bersama Pak Leo (mantan CEO), Pak Leo waktu itu bilang, kita fokus pada pembenahan internal, efisiensi, mengubah jenis belanja, termasuk “Tugas kita adalah mengupayakan perluasan PNBP selain melayani UKM,” kata Sanda.
SMESCO menargetkan perbaikan internal pada tahun 2021 hingga 2023. Tanpa mencatat surplus, SMESCO tetap mempertahankan tren positif hingga tahun 2024. Dengan pemikiran ini, SMESCO kini siap memasuki fase pertumbuhan berikutnya.
“Kami sangat fokus untuk meningkatkan mata uang dalam negeri pada tahun 2020 hingga 2023. Sekarang kami siap merilis pada tahun 2024 hingga 2029.” (shc/das)