Jakarta –
Pameran Pesona Keris Indonesia di Museum Nasional Indonesia yang diresmikan pada Senin (25/11/2024) menampilkan klinik Keris. Di sini wisatawan dapat bertanya dan mengetahui lebih jauh tentang Keris.
Pada pameran yang berlangsung hingga Desember 2024 ini, ada sekitar 200 koleksi keri yang dihadirkan. Koleksi keri tersebut merupakan milik Museum Nasional dan merupakan hasil sumbangan para penanam keri di Sekretariat Keris Nasional Indonesia (SNKI).
Usai mengunjungi pameran, wisatawan dapat mengenal koleksi keris dari berbagai penjuru nusantara. Terdiri dari rumpun Keri Jawa dan Maduran (Jawa Timur, Sola, Yogyakarta, Zonda, Cirebon dan Banten), rumpun Keri Melayu (seluruh Sumatera hingga Semenanjung Malaya), rumpun Bugis Makassar (seluruh Sulawesi dan Kalimantan, Sumba dan Sumbawa) dan keluarga Keris Bali dan Lombok.
Selain itu, bagi pelancong biasa yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai keris, wisatawan juga dapat mengunjungi bagian Klinik Keris. Di sana, tim dari Institut Seni Indonesia Surakarta akan memberikan informasi dan nasehat mengenai keri. Mulai dari mencari tahu asal muasal keris hingga cara merawatnya.
“Klinik keris ini untuk memberikan penyuluhan bagi masyarakat yang memiliki keris. Mungkin mereka akan berkonsultasi tentang proses konservasinya, mungkin masakannya, gengsinya, mungkin umur produknya, lalu simbolnya apa dan sebagainya,” kata perwakilan Sekretariat Nasional Kerisan Indonesia (SNKI) Basuki Taegu Yuwona yang juga kata kurator pameran ini kepada wartawan, Senin (25/11/2024).
“Termasuk bagaimana cara merawat pembawa, membawa pembawa di klinik Geris,” imbuhnya.
Diakuinya, fokusnya adalah mengenalkan kembali generasi muda dengan situs-situs bersejarah Indonesia tersebut. Oleh karena itu, berbagai diskusi teknologi menarik akan digelar. Misalnya saja pameran yang memiliki diorama interaktif.
“Sasarannya adalah generasi muda. Kalau kita memunculkan budaya keri pada masyarakat yang sudah punya keri, kurang tepat. Ya bisa terus menerus, tapi bagaimana kita bisa membuka ruang bagi generasi milenial,” katanya.
Pihaknya juga ingin menjadikan masyarakat lebih mengenal Kerry secara akademis, tidak hanya sekedar mistik seperti yang masih terjadi di banyak masyarakat saat ini.
“Jadi kemasannya yang edukasi lebih menarik, bagaimana generasi muda bisa langsung menyantap gulainya, lalu bisa berdiskusi lebih dalam dan sebagainya. Kuncinya adalah seberapa banyak informasi yang bersifat akademis, seberapa banyak informasi yang berbasis ilmiah.. Jangan sampai kita terjebak dalam pemahaman yang sempit ya?” “Keris selalu identik dengan hal gaib,” ujarnya.
“Perspektifnya ada satu, tapi 100 persen utuhnya budaya Kerry hanyalah persentase tertentu yang dikaitkan dengan mistisisme. Mungkin 90 persen lebih itu ada hubungannya dengan sejarah, makna, nilai, teknologi, seni, lalu ada hubungannya juga dengan cara pemanfaatannya, fungsi dan sebagainya, luas sekali,” imbuhnya. Simak Video: Yang Baru di museum Nasional Indonesia pasca revitalisasi” (wkn/fem)