Jakarta –
Dalam konteks pengobatan penyakit menular seperti Tuberkulosis (TB), Demam Berdarah dan Chikungunya, waktu menjadi faktor penting dalam menegakkan diagnosis dan memberikan pengobatan yang tepat. Untuk mengatasi hal tersebut, Universitas Padjadjaran dan PT Pakar Biomedika Indonesia telah mencapai kemajuan penting melalui program Teaching Factory.
Salah satu produk terbaik yang dikembangkan adalah Nucleopad, sebuah instrumen visual berbasis imunokromatografi kertas in vitro yang dirancang untuk mendeteksi DNA hasil amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction). Instrumen ini menawarkan metode pendeteksian yang cepat, akurat dan sederhana tanpa memerlukan peralatan laboratorium yang canggih.
“Dengan produk ini kita dapat mendeteksi penyakit menular seperti TBC dengan lebih cepat dan efektif, yang tentunya akan sangat berguna dalam pengobatan penyakit tersebut,” ujar inovator bidang kesehatan Universitas Padjadjaran, Muhammad Yusuf, yang mengutip dari siaran pers. . Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jumat (18/10/2024).
Nucleopad mampu mendeteksi penyakit TBC dengan hasil visual berupa warna merah yang terlihat dengan mata telanjang, tanpa perlu menggunakan gel agarose seperti pada metode konvensional. Produk ini ramah lingkungan karena mengurangi penggunaan bahan kimia dalam proses menampilkan hasil PCR. Keunggulan lain dari Nucleopad adalah sensitivitasnya yang mencapai 75% dan spesifisitas 95%, lebih tinggi dibandingkan metode visualisasi elektroforesis yang hanya memiliki sensitivitas 60%.
“Nucleopad dapat memberikan hasil hanya dalam waktu 15 menit, dan teknologi ini tidak memerlukan peralatan laboratorium yang rumit,” kata Yusuf.
Dengan produk ini diharapkan dapat menekan biaya pembelian peralatan diagnostik, serta mempercepat diagnosis dan pengobatan penyakit menular.
Produk seperti Nucleopad tidak hanya akan meningkatkan efektivitas tenaga medis dalam mendiagnosis penyakit, namun juga memperluas akses masyarakat terhadap teknologi diagnostik yang lebih terjangkau. Sebagai produk dalam negeri, Nucleopad berkontribusi terhadap kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan alat diagnostik tanpa bergantung pada produk impor.
“Kami yakin inovasi ini dapat mendorong kemandirian kesehatan di Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap produk diagnostik impor,” kata Yusuf.
Dana Pendampingan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023 mendukung inovasi alat deteksi infeksi ini dengan total dana Rp 1,3 miliar dan dukungan mitra industri yang nilainya hampir sama. Nucleopad dapat digunakan sebagai alat rapid test untuk mendeteksi penyakit menular seperti Demam Berdarah, Chikungunya dan TBC.
Muhammad Yusuf mengatakan, peran penting teaching factory adalah mengembangkan pengembangan inovasi. Teaching Factory merupakan fasilitas yang dibangun untuk menyatukan dunia pendidikan dan industri, khususnya untuk meningkatkan keterampilan sumber daya manusia (SDM). Sinergi ini memungkinkan penelitian dan pengembangan produk lokal dapat memenuhi kebutuhan industri yang mendesak, misalnya kebutuhan alat diagnostik yang dapat diproduksi secara mandiri di dalam negeri.
“Melalui Teaching Factory kami ingin melahirkan sumber daya manusia yang tidak hanya kompeten, namun juga mampu berinovasi,” jelasnya.
“Kolaborasi kami dengan industri memungkinkan adanya transfer teknologi yang mempercepat proses pengembangan alat diagnostik dengan Tingkat Bahan Dalam Negeri (TKDN) yang lebih tinggi, sehingga Indonesia bisa mandiri di bidang kesehatan,” ujarnya.
Sebagai lembaga pendidikan yang berperan menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten melalui pendidikan berbasis praktik di Teaching Factory, Universitas Padjadjaran bekerja sama dengan PT Pakar Biomedika Indonesia menyediakan fasilitas, peralatan dan bimbingan industri untuk mengembangkan produk diagnostik yang inovatif. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat kemandirian sektor kesehatan Indonesia, khususnya dalam penyediaan peralatan pengujian diagnostik. Saksikan video “DPR RI Gelar Rapat Tingkat Tinggi, Bahas Penanganan TBC” (prf/ega)