Saran Pengusaha soal Upah, Ingatkan Target Pertumbuhan Ekonomi Prabowo

Jakarta –

Saat membacakan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi undang-undang penciptaan lapangan kerja klaster ketenagakerjaan, dalam menyikapi tuntutan serikat pekerja, maka putusan tersebut harus dibacakan ketika semua pihak fokus pada pertumbuhan ekonomi.

Wakil Ketua Kadin Bidang Perindustrian Saleh Hussain mengatakan hal ini sejalan dengan semangat pemerintahan Presiden Pravo Subianto yang telah mencapai pertumbuhan 8%.

Menurut Saleh Hussain, kebijakan pengupahan juga dapat menjadi katalis kesejahteraan seluruh masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi negara.

Strategi efektif untuk menjamin percepatan pertumbuhan ekonomi sesuai arahan Presiden adalah dengan meningkatkan kontribusi industri nasional terhadap pendapatan domestik bruto, kata Saleh Hussain dalam keterangan tertulis, Selasa (26/11/2024).

Saleh menjelaskan, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia mencapai 18,67% pada tahun 2023. Pada triwulan III tahun ini (2024), kontribusi sektor industri pengolahan sebesar 19,02%. Capaian tersebut jauh dari target kontribusi industri sebesar 28% dalam upaya mewujudkan Indonesia emas pada tahun 2045.

Industri manufaktur tidak hanya bermanfaat dalam menambah nilai barang di Indonesia, tetapi juga dalam menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat luas.

Setidaknya angka kemiskinan bisa dikurangi dengan menciptakan lapangan kerja, kata mantan Menteri Perindustrian itu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian 51/M-IND/PER/10/2013, terdapat enam industri yang tergolong padat karya, yaitu industri makanan dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan produk kulit, industri alas kaki, mainan anak-anak. industri. , industri mebel

Saleh menghitung bahwa industri padat karya dapat menjadi katalis untuk mencapai kesejahteraan sosial yang lebih luas bagi negara dengan populasi terbesar keempat di dunia yang berjumlah 282 juta jiwa.

Di sisi lain, sektor padat karya merupakan kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan, termasuk pengupahan.

“Oleh karena itu, jika putusan MK terkait UU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan dibaca atau dimaknai secara sepihak melalui prisma kepentingan kelompok tertentu, maka akan berdampak buruk pada pusat tenaga kerja,” jelas Saleh.

Lebih lanjut ia mengatakan, ketentuan terkait pengupahan dalam putusan MK tersebut telah diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 seiring dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.

Hal ini sudah sangat diperhatikan dalam PP 51/2023, yang menetapkan “indeks khusus” dalam putusan Mahkamah Konstitusi mengenai kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dan asas proporsionalitas untuk menjamin kehidupan yang layak bagi individu pekerja.

Sementara itu, dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12 yang mengamanatkan gubernur untuk menetapkan upah minimum sektoral untuk wilayah provinsi dan kabupaten/kota, undang-undang tersebut tidak dapat segera diterapkan dan tidak dapat diterapkan pada industri padat karya.

Untuk menentukan upah industri dalam UU Cipta Kerja perlu diatur lebih teknis melalui peraturan pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah federal melalui Kementerian Sumber Daya Manusia, dalam beberapa hal oleh gubernur, harus mengatur proses dan prasyarat penetapan upah sektoral, agar tidak berdampak negatif, kata Saleh. (GNS/GNS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top