Peneliti Akui Pantai Kuta Terancam Hilang

Jakarta –

Pesisir Pantai Kuta menonjol karena gangguan cuacanya. Pesisirnya hampir tidak terlihat karena meluapnya air.

Widodo Setiyo Pranovo, pakar penelitian kelautan dan pengelolaan pesisir, Pusat Penelitian Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengakui kelemahan Pantai Kuta dengan ombak di Pantai Kuta. Bali.

Berdasarkan pengamatan kenaikan dan pasang surut air laut menggunakan citra satelit dan model hidrodinamik, Pantai Kuta rentan terhadap perubahan iklim di laut, ujarnya.

Pantai Kuta, Bali sering dilanda ombak pada musim angin dari barat dan timur. Musim angin barat biasanya terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari.

Sedangkan musim angin timur terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Musim hujan dapat diperpanjang atau diperpendek tergantung pengaruh El Nino Southern Oscillation (ENSO) dan (IOD) dari Samudera Hindia.

“EnSO dan IOD masing-masing bisa terjadi secara terpisah, namun bisa juga terjadi bersamaan atau bersamaan sehingga menimbulkan efek yang lebih kuat,” ujarnya.

Pantai Kuta Bali sering menerima gelombang kuat dari Samudera Hindia pada musim angin barat. Sedangkan pada musim angin barat, Pantai Kuta selain dilalui gelombang, hanya dipengaruhi oleh gelombang angin (ombak) yang ditimbulkan oleh angin lokal juga.

Kombinasi gelombang angin dan gelombang angin menciptakan gelombang yang lebih tinggi. Pola arah rambat antara gelombang angin dan gelombang angin dapat menimbulkan gelombang bersilangan yang disebut gelombang.

Di Selat Bali dan Samudera Hindia, berdasarkan citra satelit altimetri, terjadi kenaikan muka air laut pada tahun 2004 hingga tahun 2010, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2010 hingga tahun 2016.

Kemudian pada tahun 2016 hingga 202, permukaan air laut mengalami kenaikan dan penurunan. Namun secara umum permukaan air laut meningkat.

“Ketika terjadi kenaikan muka air laut di Selat Bali, termasuk Pantai Kuta, maka angin dan ombak lebih leluasa masuk ke pantai/lautan menuju daratan, sehingga penyimpangan terjadi ketika dekat dengan pantai. Dekati pejalan kaki,” ujarnya. Model hidrodinamik perubahan garis pantai diperlukan untuk restorasi pantai Kuta

Restorasi pantai dilakukan dengan menambahkan pasir putih. Restorasi pantai yang bersifat abrasif (revitalisasi pantai) merupakan tindakan teknis yang baik untuk mengatasi kemunduran pantai Kuta lebih lanjut.

“Menurunnya Pantai Kuta akan berdampak sistemik terhadap berkurangnya aktivitas wisatawan seperti berjemur di pantai, karena ‘ruang’nya berkurang,” jelasnya.

Hal ini kemudian diyakini akan berdampak pada berkurangnya pendapatan dari sektor pariwisata.

Jika ingin mengurangi laju erosi pantai, diperlukan teknik rekayasa seperti konstruksi gelombang untuk meredam kekuatan gelombang laut Pantai Kuta serta peran serta semua pihak di darat untuk mengurangi emisi karbon sebagai salah satu faktornya. Perubahan iklim dan perubahan iklim di Bumi berlangsung lambat.

“Rekayasa pesisir memerlukan anggaran yang besar sehingga perlu disusun rencana pelaksanaannya secara berkala dan menyeluruh,” ujarnya.

Selain itu, model pasang surut dan gelombang hidrodinamik, bersama dengan persamaan aberasi dan akresi, ditambahkan ke model transpor sedimen untuk memperhitungkan kemungkinan perubahan garis pantai yang ditangkap dari waktu ke waktu.

“Kami berharap dengan simulasi ini dapat memberikan kita peramalan (prediksi) ke depan mengenai perkiraan waktu restorasi Pantai Kuta. Untuk model ini, diperlukan masukan data pada model untuk menjaga prakiraan tersebut. Pemantauan terus menerus, konstan dan berkesinambungan, ”dia menyimpulkan.

Saksikan video “Bali Surfing Community Merayakan HUT RI” (bnl/bnl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top