Phnom Penh –
“Kami mendapatkan uang dari para pecundang (korban penipuan dan perjudian online – red.), dan memberikannya kepada saudara-saudara kita (karyawan – red.) untuk menghidupi keluarga mereka (karyawan – red.). Perbuatan mereka (korban penipuan – red.) ) didorong oleh keserakahan, bisakah Anda menyalahkan kami atas pilihan mereka (korban – red.)?”. Itulah kalimat yang membenarkan karakter Lu Bingkun, tokoh antagonis utama dalam film ‘No More Bets’.
Film yang tayang perdana di Netflix ini hadir di saat yang tepat. Saat itulah Indonesia sedang aktif memerangi epidemi perjudian online. Ingat, film ini dengan jelas menyoroti kegelapan penipuan dan industri perjudian online. Korban tidak hanya kehilangan uang, kehidupan dan pernikahan mereka hancur hingga ada yang mencoba bunuh diri.
Bagi pekerja di industri scam atau perjudian online, ada juga beberapa penipuan. Banyak yang mengira dia adalah korban, tertipu oleh janji bisnis sah dengan penghasilan menggiurkan.
Namun, ada juga kerangka yang berasumsi bahwa pekerja di industri ilegal ini sudah menikmati hasil kerja mereka meski awalnya bekerja di bawah tekanan atasan.
Hal ini juga terlihat dalam film ‘No More Bets’ setelah para penjahat berhasil mencuri 8 juta yuan dari karakter Gu Tianzhi yang akhirnya melompat dari balkon apartemen.
Santo Darmosumarto, Duta Besar RI untuk Kamboja menjelaskan, jumlah warga Indonesia yang tinggal di Kamboja mengalami peningkatan signifikan.
Kalau sekitar tahun 2018-2019. jumlah WNI di Kamboja hanya berkisar 3.000 orang, angka ini meningkat drastis pada tahun lalu, dimana pemerintah Kamboja merilis data 123 ribu WNI yang masuk ke Kamboja, termasuk 89 ribu diantaranya hadir di sini dalam jangka waktu lama, jadi dari 6 bulan hingga setahun di Kamboja.
“Dari situ kita tahu 69 ribu di antaranya punya izin kerja bekerja di Kamboja,” jelas Santo saat ditemui ANBALI NEWS di Phnom Penh, Kamboja, akhir pekan lalu. .
Angka-angka di atas adalah angka resmi pemerintah Kamboja. Artinya data ilegal pasti lebih dari 123 ribu. Santo bahkan memperkirakan pada tahun 2024, jumlah WNI yang tiba di Kamboja bisa mencapai 150-160 ribu orang.
Banyaknya TKI yang datang tentunya akan mempengaruhi banyaknya kasus ketenagakerjaan yang timbul dari TKA Indonesia. Hingga Oktober 2024, KBRI Phnom Penh telah menangani sekitar 1.400 kasus terkait perlindungan pekerja dengan berbagai kasus.
“Ada yang sakit, minta dikeluarkan dari penipu online, tapi jumlahnya dibandingkan 4-5 tahun lalu lebih banyak. Dimana dulu hanya beberapa lusin, sekarang kasusnya lebih dari ribuan,” lanjutnya. . Santo
Jadi, dari total sekitar 1.400 kasus, hanya sedikit orang Indonesia yang bekerja di industri penipuan digital atau penipuan online. Situasi ini semakin rumit karena penipuan online adalah tindakan ilegal di Kamboja.
“Awalnya mereka dijanjikan bisa bekerja dengan mudah, tidak banyak pekerjaan, gaji tinggi, hanya membutuhkan skill rendah, tapi ternyata sesampainya di sini, mereka dipekerjakan sebagai administrator secara online. penipuan,” tambah Santo.
Cara penipuannya berbeda-beda, bisa merujuk ke valuta asing, Facebook, perjudian dan lain-lain. Saat mereka dalam proses pulang ke Indonesia, mereka menjawab ‘iya pak, kami juga kesulitan mencari pekerjaan di Indonesia’.
Namun ironisnya, KBRI Kamboja mengungkap ada sejumlah pekerja di industri perjudian online atau penipu yang terlihat tidak bersalah dan menjadi ‘korban berulang’. Jadi sebenarnya mereka dideportasi, tapi tak lama kemudian mereka pulang dengan paspor baru.
“Jadi walaupun dulu mereka mengira yang bekerja di industri penipuan internet adalah korban TPPO (Pelanggaran Perdagangan Manusia) tapi kenapa mereka kembali lagi? Artinya mereka bukan korban TPPO tapi di sini ada penarikan dan pengingkaran fakta. .” jelas Santo.
Bisa dibilang motivasinya tergiur dengan gaji yang tinggi. Menurut bocoran Santo, pendapatan pekerja di industri perjudian Kamboja bisa mencapai US$600-800 per bulan. Dimana fasilitas dan akomodasi diperoleh. (abu/hns)