Jakarta –
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah melaporkan jumlah kasus TBC tertinggi yang pernah tercatat, dengan lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia didiagnosis mengidap penyakit paru-paru pada tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, 1,25 juta orang meninggal karena tuberkulosis, yang berarti penyakit ini kembali menjadi penyebab utama kematian akibat penyakit menular setelah digantikan oleh COVID-19 selama pandemi.
“Fakta bahwa TBC terus membunuh dan membuat banyak orang sakit adalah hal yang keterlaluan ketika kita memiliki alat untuk mencegah, mendeteksi dan mengobatinya,” kata Direktur Jenderal WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus.
“WHO menyerukan kepada semua negara untuk membangun komitmen konkrit yang telah mereka buat untuk meningkatkan penggunaan alat-alat ini dan mengakhiri TBC,” lanjutnya.
Beberapa negara di Asia telah terkena dampak parah dari penyakit ini. India, india, Tiongkok, Filipina, dan Pakistan menyumbang lebih dari separuh kasus TBC di dunia.
Berdasarkan data, 55 persen penderita TBC adalah laki-laki, 33 persen perempuan, dan 12 persen adalah anak-anak dan remaja.
Banyak kasus baru TBC disebabkan oleh lima faktor risiko utama: malnutrisi, infeksi HIV, penyalahgunaan alkohol, merokok (terutama pada pria) dan diabetes.
Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri di udara yang terutama menyerang paru-paru. Sekitar seperempat penduduk dunia mengidap tuberkulosis, namun hanya sekitar 5-10% yang mengeluhkan gejalanya.
Penderita TBC seringkali tidak sakit atau menular. Hanya sebagian kecil orang yang terinfeksi TBC akan mengalami gejala, dan bayi dan anak-anak adalah kelompok yang paling berisiko.
“Gejala TBC bisa jadi ringan selama beberapa bulan, sehingga penyakit ini mudah menular ke orang lain tanpa Anda sadari,” catat WHO. Simak video “DPR RI Gelar Rapat Tingkat Tinggi, Bahas Perang Melawan TBC” (kna/kna)