Penyalahgunaan Ketamin di RI ‘Ngegas’ Lebih dari 1.000 Persen, Gen Z Terbanyak

Jakarta –

Penyalahgunaan ketamin di Indonesia dilaporkan melebihi 100 persen. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia melaporkan distribusi suntikan ketamin ke fasilitas kesehatan farmasi meningkat sebesar 87 persen pada tahun lalu.

Selain itu, peningkatan distribusi ketamin suntik ke apotek melebihi 200 persen pada periode yang sama.

Meski obat jenis ini tergolong obat keras, namun terdapat 65 apotek yang menyediakan suntikan ketamin tanpa resep dokter. Trennya bahkan meningkat lebih dari 1.000 persen dibandingkan hasil tahun 2022 yang awalnya “hanya” 3.000 botol yang didistribusikan pada tahun 2024 menjadi sekitar 149.000 botol.

Ke-17 orang tersebut terbukti melakukan pelanggaran hukum berat dan dihukum berupa penghentian sementara izin kerja.

Direktur BPOM RI Taruna Iqrar menduga tren kenaikan tersebut disebabkan adanya perubahan fokus terhadap “tren baru” kecanduan narkoba.

“Biasanya orang yang melakukan kejahatan, kegiatan ilegal, kalau di sini dilarang, mencari jalan dengan mencari obat baru yang halusinasi, euforia, efeknya ‘high’,” jelasnya dalam konferensi pers. Jumat (12/06/2024).

“Jadi ini tren baru, mungkin dulu, belum jadi tren, ini bentuk penarikan obat yang diatur, terbatas, tapi belum diatur yang dicari masyarakat agar tidak ditangkap. Untuk model baru,” dia lanjut dia.

Efek ketamin suntik

Dampak penyalahgunaan ketamin dapat menyebabkan kondisi serius pada sistem saraf, termasuk disfungsi kognitif, dimana penderitanya dapat mengalami gangguan mental, halusinasi, kecemasan bahkan depresi. Bahkan, si pembunuh memutuskan untuk bunuh diri.

Taruna mengatakan penggunaan ketamin lebih banyak terjadi pada generasi muda, termasuk kelompok Z yang berusia 20-an.

“Sebagian besar penggunanya adalah generasi muda generasi Z yang awalnya menggunakan ketamine untuk membuat tato, bukan untuk menyakiti, kemudian digunakan untuk menambah energi, bersantai di diskotik, hingga digunakan untuk euforia,” ujarnya.

BPOM RI kemudian fokus melakukan revisi atau penyempurnaan baru terhadap aturan ketamin, dari obat serius menjadi obat spesifik (OOT).

OOT adalah obat yang bekerja pada sistem saraf pusat, dan bila digunakan di atas dosis terapeutik, dapat menyebabkan ketergantungan dan perubahan karakteristik pada aktivitas mental dan perilaku.

Simak video “Video: IDAI Minta Aturan Penjualan Obat Berat Diperbaiki” (naf/kna).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top