Respons Ahli Gizi soal Biaya Makan Bergizi Gratis Dipangkas Jadi Rp 10 Ribu

Jakarta –

Presiden RI Prabowo Subianto mengumumkan anggaran makan gratis terbaru diturunkan dari Rp15 ribu menjadi Rp10 ribu. Pengurangan ini telah diuji di banyak daerah, terutama di Pulau Jawa, yang menyatakan bahwa mereka mengonsumsi setidaknya 600-700 kalori setiap daerah.

Dadan Hindayana, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), memaparkan hasil percobaan di Sukabumi, Jawa Barat. Dengan Rp10.000 sekali makan, anak-anak di Sukabumi, Jawa Barat mendapat nutrisi lengkap meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Rata-rata tes kita di Sukabumi tidak jauh dari apa yang disampaikan Presiden, yaitu pola makan seimbang dengan kalori sesuai kebutuhan.

Program Makan Gratis (MBG) pertama kali diujicobakan di Kecamatan Warunkiara, Kabupaten Sukabumi mulai Januari 2024. Sekitar 3.000 siswa dari 20 sekolah mulai dari PAUD hingga SMA yang dikelola oleh Departemen Layanan Program MBG desa ikut serta.

Apa kata ahli gizi?

Ahli gizi Tan Tan Shat Yenen mengaku “putus asa” dan putus asa dengan program diet ini. Ia mengaku tak ingin menjelaskan lebih lanjut, namun ia menyebutkan beberapa pedoman nutrisi yang harus diikuti saat menyusui.

Pasalnya, banyak uji coba program MBG yang menemukan bahwa susu yang diberikan memiliki kandungan gula dan rasa yang tinggi. Padahal kandungan gulanya jelas berbahaya bagi predisposisi anak terkena diabetes.

Sebagai catatan, jumlah gula untuk anak usia 2-4 tahun maksimal adalah 15-16 gram gula pasir. Sedangkan gula 18-20 gram paling tinggi untuk usia 4-7 tahun. Anak usia 7-10 tahun memiliki gula tertinggi 22-23 gram, dan anak usia 10-13 tahun memiliki gula tertinggi 24-27 gram.

Pada beberapa kelompok, kandungan gula produk susu mencapai setengah dari kebutuhan maksimal harian.

“Saya tolak. Mereka kan kerja sama dengan industri, saya tidak mau berspekulasi berdasarkan apa yang terjadi di lapangan ya,” ujarnya, Senin (2/12/2024).

Sementara itu, Ketua Pergizi PANGAN Indonesia Prof. Ir Hardinsya sebelumnya mengatakan, harga pangan di setiap daerah berbeda-beda. Misalnya, nasi tidak selalu dikaitkan dengan berbagai kebutuhan gizi dasar.

Ia mengatakan, setiap daerah akan disesuaikan dengan karakteristik pangannya dan akan lebih nyaman.

Pro. Hardinsyah mengatakan, penyesuaian budaya di masing-masing daerah juga penting agar program ini dapat berjalan optimal dan status gizi anak tetap terjaga.

“Anak-anak Indonesia bagian timur mungkin suka ikan, mungkin tidak suka makan daging. Tapi di Jawa, ayam dan telur favoritnya. Di sana mereka suka ikan air tawar? Jadi tergantung,” kata sang profesor. . Raja Hardin.

Berikutnya: Bukan Rp 10 ribu per anak di semua daerah “Video: Anggaran makan gratis dikurangi jadi Rp 10 ribu, menu dibahas pemerintah” (naf/kna)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top