Jakarta –
Komunitas buruh dengan tegas menolak usulan Kementerian Tenaga Kerja untuk membagi upah minimum menjadi dua kategori, yaitu menaikkan upah minimum untuk industri padat karya dan menaikkan upah minimum untuk industri padat karya. modal. Menteri Tenaga Kerja Yasierli angkat bicara mengenai penolakan tersebut.
Diakui Yasierli, usulan tersebut memang sempat dibahas dalam rancangan pembahasan awal Peraturan Upah Minimum Menteri Tenaga Kerja Tahun 2025, namun sejauh ini pembahasan usulan kebijakan tersebut masih alot dan belum mendapat tanggapan. keputusan.
Tahun ini, penghitungan upah minimum mengalami penyesuaian menyusul adanya permintaan perubahan penghitungan dalam Undang-Undang Cipta Kerja menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (CJ).
“Ini draf awal pembahasannya, nanti dilanjutkan, kita tunggu saja,” kata Yasierli di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/11/2024).
Lebih lanjut ia menjelaskan latar belakang lahirnya kebijakan ini, menurutnya kebijakan ini diambil mengingat keadaan dunia usaha yang masih diselimuti ketidakpastian. Ada beberapa perusahaan yang menghadapi kesulitan keuangan, ada pula yang tidak.
Oleh karena itu, untuk menjaga kemampuan pengusaha dalam memberikan upah kepada pekerjanya, maka kebijakan ini dirumuskan.
“Awalnya kita mau, kita tahu ada perusahaan yang kesulitan keuangan, ya kesulitan keuangan. Kita susun secara regulasi, RUUnya seperti apa. Kita harus hati-hati di sana,” jelasnya. Yasierli.
Sementara itu, terkait dialog kebijakan pengupahan sektoral yang tampaknya hanya akan dilakukan secara bilateral antara pengusaha dan pekerja, Yasierli menegaskan hal tersebut tidak tepat. Ia menegaskan, peran Dewan Pengupahan Daerah dan Dewan Pengupahan Nasional yang terdiri dari unsur pemerintah, pekerja, dan dunia usaha akan terus membahas upah minimum sektoral.
“Gaji sektoral aman sesuai aturan MK. Keputusan diserahkan kepada diskresi Kementerian Dalam Negeri,” kata Yasierli.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Buruh yang juga Ketua KSPI Said Iqbal mengajukan usulan Menteri Ketenagakerjaan mengenai aturan baru upah minimum tahun 2025 yang diajukan Menteri Ketenagakerjaan dan dinilai sudah tepat. menjadi lengkap. bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 168/PUU-XXI/2023.
Melalui usulan aturan tersebut, Said mengatakan Yassierli menetapkan kenaikan upah minimum akan dibagi menjadi dua kategori, yaitu kenaikan upah minimum untuk industri padat karya dan kenaikan upah minimum untuk industri padat karya. industri padat modal.
“Pembagian kenaikan upah minimum menjadi dua kategori melanggar putusan MK karena putusan MK hanya menyatakan kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi, ekonomi, dan ekonomi. perkembangan dan indikator tertentu. a), dengan memperhatikan proporsionalitas penghidupan yang layak. (KHL) kebutuhannya,” kata Said Iqbal dalam keterangannya.
Selain itu, rancangan peraturan upah minimum yang diusulkan juga memuat pasal yang menyatakan bahwa perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum tahun 2025 dapat dinegosiasikan di tingkat perusahaan bilateral.
“Para pekerja juga menolaknya karena besaran upah minimum ditentukan oleh Dewan Pengupahan Daerah berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Syed Iqbal.
Penolakan lainnya adalah rancangan peraturan yang mengatur upah minimum sektoral harus melalui perundingan bilateral di tingkat perusahaan atau bahasanya tidak jelas sehingga menimbulkan kesan bahwa Dewan Pengupahan Daerah tidak boleh membahas hal tersebut. definisi industri. upah minimum (UMSP dan UMSK).
“Jelas keputusan proyek Permanaker bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi sehingga ditolak oleh para buruh,” pungkas Said Iqbal. (p/rd)