Jakarta –
Kepala Pusat Riset Makroekonomi dan Keuangan BRIN Zamroni Salim meminta pemerintah tidak meningkatkan penerimaan pajak melalui aspek biaya, seperti pajak pertambahan nilai (PPN).
Menurut dia, langkah tersebut bisa mempengaruhi daya beli masyarakat dan permintaan terhadap perekonomian. Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025. Ke depan, PPN tetap ada kecuali barang mewah.
Menurut dia, jika pemerintah ingin meningkatkan pendapatan negara, maka bisa menaikkan tarif pajak. Seperti pengenaan tarif cukai terhadap minuman manis kemasan (MBDK).
“Jika pemerintah ingin meningkatkan penerimaan pajak, jangan menyentuh sisi konsumsi. Karena aspek pertumbuhan ekonomilah yang mempengaruhi permintaan. Jika Anda ingin meningkatkan pendapatan, jangan mengambil dari keuntungan. “Tidak harus PPN, bisa pajak,” ujarnya dalam Agenda Ekonomi 2025 di Jakarta, Rabu (12/11/2024).
Zamroni mengatakan, penerapan pungutan pajak ini akan berdampak besar pada pengendalian konsumsi berlebihan, terutama di kalangan kelas menengah. Ia mengatakan, kelas menengah merupakan penyumbang terbesar konsumsi minuman manis.
“Kelompok menengah ini mayoritas adalah mereka yang mengonsumsi makanan manis dan secara nasional kita harus mengatakan bahwa 60 persen penduduk Indonesia makan makanan manis suatu hari nanti,” ujarnya.
Sebagai informasi, Menteri Keuangan Shri Muljani Indrawati memastikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada tahun 2025 hanya sebesar 12% untuk barang mewah. Yang saat ini sedang dalam tahap akhir.
“Saat ini kita sedang menyusunnya lebih detail karena berimplikasi pada APBN, aspek keadilan, daya beli, dan dari segi pertumbuhan ekonomi yang perlu kita seimbangkan. Beberapa arah harus kita seimbangkan dan dalam hal ini sedang dibahas dan akan terus kita laksanakan, ini sudah tahap akhir,” kata Sri Muljani dalam jumpa pers KiTA APBN, Jumat (11/8/2024).
Sri Muljani mengatakan, dirinya sedang menghitung dan menyiapkan daftar barang mewah yang akan dikenakan PPN 12%. Ia memastikan dirinya dan Menteri Perekonomian Erlang Hartart akan segera mengumumkan seluruh paket, bukan hanya PPN 12%.
“Konon keinginannya menaikkan PPN menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang yang dianggap mewah dan dikonsumsi oleh mereka yang mampu. Jadi kita akan konsisten dalam menerapkan asas keadilan karena ini menyangkut penegakan hukum di satu sisi, tapi juga di sisi lain. Kita perlu asas keadilan, keinginan masyarakat, tapi juga kondisi perekonomian dan mempersiapkan kesehatan secara matang. dan hati-hati. dari APBN kita.
Shri Muljani mengingatkan, barang dan jasa, termasuk kebutuhan pokok, tidak dikenakan PPN. Produk bebas PPN antara lain beras, daging, ikan, telur, sayuran, susu segar, gula konsumen, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, penjualan buku, vaksin, rumah sederhana, dan rumah susun. , konsumsi listrik dan air minum.
Tonton juga videonya: Informasi kenaikan PPN 1%.
(rd/rd)