Jakarta –
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan operasional dua kapal berbendera Singapura MV YC 6 dan MV ZS 9 yang diduga melakukan pengeboran. Penghentian ini dilakukan karena tidak adanya izin dan seluruh dokumen hasil pengerukan (pembuangan) di Perairan Batam, Kepulauan Riau.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Pung Nugroho Saksono pertama kali melihat penghentian dan pemeriksaan tersebut saat menaiki Kapal Pemantau (KP) Orca 03 dalam perjalanan dinas ke Pulau Nipah, salah satu pulau terluar di Riau. Nusantara, Rabu (10/9/2024) lalu. Mereka meminta para pengusaha melakukan tertib dan aturannya agar masyarakat tahu cara memanfaatkan hasil laut dan hasil perikanan.
“Ini bukti keseriusan kami menindak tegas pihak-pihak yang menggunakan pasir laut yang tidak mematuhi ketentuan, apalagi tanpa sertifikat yang sah,” kata pria yang akrab disapa Ipunk yang ditangkap, Jumat (10/11/2024). .
Ipunk menegaskan, dalam pemeriksaan tersebut ia menyebut MV YC 6 berbobot 8.012 gross tonnage (GT) dan MV ZS 9 berbobot 8.559 GT dilakukan pada penambangan pasir laut di Indonesia dan tidak sesuai aturan dan ketentuan. Hal itu, akibat tindak lanjutnya, ditemukan adanya dugaan kapal asing mencuri pasir laut dari wilayah Indonesia.
Menurut nakhoda kapal, mereka sering masuk ke wilayah Indonesia. Bahkan, dalam satu bulan bisa masuk perairan Indonesia sebanyak 10 orang tanpa dokumen sah atau tanpa dokumen kapal. Dokumen yang tersedia adalah ijazah kapten dan akta kelahiran.
Kapal pukat pasir tersebut memuat pasir sebanyak 10 ribu meter kubik dan mempekerjakan 16 orang pekerja (ABK), diantaranya 2 orang WNI, 1 orang asal Malaysia, dan 13 orang WN Tiongkok.
“Mereka menyedot pasir selama 9 jam dan mendapat 10 ribu (meter kubik) yang dilakukan selama 3 hari dalam sekali perjalanan. Dalam satu bulan kereta ini bisa datang ke sini 10 kali. Artinya dalam satu bulan kereta ini bisa mencuri 100.000 meter kubik. Pasir dari laut Indonesia,” imbuhnya.
Ipunk menegaskan, Undang-Undang Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Tanah di Laut merupakan salah satu landasan hukum penguasaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Pemerintah bertanggung jawab melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Untuk itu, pemerintah hadir menghadirkan sistem sebagai komitmen mewujudkan perlindungan lingkungan hidup sebagai pemimpin utama agar pengelolaan hasil laut berkelanjutan dan sesuai hukum.
Ia menambahkan, PSDKP akan terus memantau dan menertibkan kapal pengeboran ilegal yang beroperasi di perairan lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Angka 12 UU No. 6 Tahun 2023 terkait pengesahan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 2 tahun 2022 tentang penyelenggaraan pelayanan dalam undang-undang yang menyatakan bahwa setiap orang yang memanfaatkan perairan pantai harus memiliki KKPRL dari Pemerintah Pusat.
“Di sini KKP ada untuk menjalankan tugas pemerintahan. Kita harapkan bisa tetap dilantik. Dengan contoh ini, pemerintah akan langsung menyetujui undang-undang yang ada bisa dilaksanakan oleh para pengusaha dan teman-teman pemerintah daerah,” ujarnya.
Bersamaan dengan itu, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut dan Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Viktor Gustaaf Manoppo, mengumumkan bahwa hingga saat ini, dalam PP 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan dampak sedimentasi, bukan merupakan izin tunggal telah dikeluarkan. dan pemerintah.
“Sesuai undang-undang, KKP belum memberikan izin kepada siapapun. Sedangkan untuk pengelolaan hasil sedimennya. Total resiko yang bisa hilang di negara seperti yang kita hitung dalam satu tahun adalah 100.000 meter kubik dikali 12 bulan. jika pasir diekspor, angka kerugian pemerintah bisa mencapai ratusan miliar per tahun.
Saksikan juga video: KKP bela kapal berbendera Belanda yang membawa pasir laut di perairan Jakarta
(rd/rd)