Jakarta –
Jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia masih lebih rendah dibandingkan jumlah wisatawan negara tetangga. Pemerintah diminta tidak takut membuka jalur internasional baru.
“Kalau bicara pariwisata kita perlu menggaet wisatawan mancanegara (wisman), bukan berarti kita meninggalkan wisatawan nusantara, kalau ada wisman maka jumlahnya minimal 3 kali lipat lebih banyak dari wisman, jadi Misal kita punya 10 wisman, maka jumlah wisman akan bertambah minimal 3 kali lipat, hal ini selalu terjadi. “Itu sebuah formula,” kata Hariyadi, Presiden Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia. Sukamdani yang juga Ketua Umum DPP Asosiasi Industri Pariwisata Indonesia di Jakarta.
“Lalu yang jadi pertanyaan, secara teoritis mendatangkan wisman itu mudah, strateginya apa? Jadi kita harus melihat rekomendasi yang ada dari semua negara, negara maju pasti tingkat kunjungan wisatawannya tinggi, sehingga devisa negara akan tinggi. kata Hariyadi.
Misalnya saja di Thailand yang berpenduduk 72 juta jiwa, jumlah wisatawan mencapai hampir 40 juta jiwa pada tahun 2019.
Contoh lainnya adalah Türkiye, dengan populasi 85 juta jiwa, yang mampu menarik hampir 50 juta wisatawan. Sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa menerima sekitar 11 juta wisatawan asing.
Rendahnya jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia salah satu penyebabnya adalah minimnya pesawat yang terbang ke Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah dinilai membatasi pembukaan jalur baru (inbound) ke Indonesia karena khawatir akan semakin banyak masyarakat Indonesia yang bepergian ke luar negeri.
“Ini pemikiran yang salah, tidak ada cerita pesawat masuk terbuka lebar, ada yang berangkat atau tidak. Dengan tidak lebih dari 10 juta orang yang meninggalkan Turki, sebagian besar dari mereka pindah ke negara tetangga seperti Bulgaria. Ada banyak rute ke Kamboja di Thailand. , jadi jumlahnya tidak banyak,” ujarnya.
Di Indonesia, jumlah penduduk Indonesia yang bepergian ke luar negeri atau luar negeri mencapai 7,518 juta orang pada tahun 2023. Lebih dari 50% perjalanan wisata domestik menjadikan negara-negara ASEAN sebagai tujuan utamanya. Arab Saudi merupakan negara tujuan wisata terbesar kedua setelah ASEAN, sekitar 17,03% wisatawan domestik berkunjung ke Arab Saudi, motivasinya sebagian besar berkaitan dengan kegiatan keagamaan (haji dan umrah).
Menurut Hariyadi, strategi lain untuk mensukseskan pariwisata Indonesia adalah dengan dibentuknya BLU atau Badan Pelayanan Pemerintah Pariwisata. “BLU telah sukses di rumah sakit, lembaga pendidikan, dan pariwisata,” ujarnya.
Agar BLU ini bisa berjalan, Hariyadi menyarankan adanya realokasi anggaran. Beberapa item yang anggarannya dapat direalokasikan antara lain pajak pariwisata dan voucher visa.
“Kami awalnya mengatakan tidak akan membebani industri. Yang kami usulkan untuk diredistribusikan adalah, pertama, pajak pariwisata daerah yang sudah dipungut, intinya pajak hotel, restoran, dan hiburan. Pajak terkait pariwisata dipungut oleh pemerintah daerah, khususnya kabupaten kota, dan inilah kami: “Kami akan meminta redistribusi, misalnya 2 atau 3 persen. Saat pembahasan di DPR, dana dialokasikan ke BLU. Kemudian. Kita juga akan minta redistribusinya, misalnya 50 persen dikembalikan ke BLU agar dananya cukup,” ujarnya.
“Untuk menyusun strategi yang lebih tepat, kebetulan kami sedang dalam proses amandemen UU Pariwisata,” tambahnya.
Saat ini BLU yang terkait dengan pariwisata hanya BLU Badan Pengelola Lak Toba dan Badan Pengelola Borobudur. Saksikan video “Menparekraf deportasi wisman bermasalah dari Bali” (ddn/fem)