Jakarta –
Spirit Airlines, maskapai penerbangan yang berbasis di Florida, mengajukan perlindungan kebangkrutan pada Senin (18/11) lalu. Kerugian terus meningkat dan maskapai tidak mampu membayar utangnya.
CNN International Selasa (19/11/2024) memberitakan, maskapai tersebut kalah bersaing dengan maskapai bertarif rendah lainnya. Namun, manajemen maskapai memastikan akan tetap melanjutkan operasinya sambil merehabilitasi utangnya.
“Masyarakat dapat memesan dan terbang dengan lancar serta menggunakan semua tiket, kredit, dan poin loyalitas,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Maskapai penerbangan dan perusahaan lain di Amerika Serikat seringkali mengajukan pailit dan melewati tahap ini setelah berhasil melalui beberapa tahapan. Sebagian besar maskapai penerbangan besar AS, termasuk American Airlines, United dan Delta, telah mengajukan kebangkrutan dalam 25 tahun terakhir.
Manajemen Spirit Airlines optimistis bisa memperbaiki posisi keuangannya dengan mengurangi utang awal tahun depan. Hal ini berdasarkan kreditor yang telah setuju untuk menyuntikkan dana tambahan sebesar US$300 juta kepada maskapai tersebut untuk mendanai operasinya melalui proses kebangkrutan.
Namun, tidak menutup kemungkinan juga Spirit Airlines akan dibeli oleh maskapai lain atau terpaksa mengambil alih. Banyak maskapai penerbangan, termasuk American Airlines, yang bergabung dengan maskapai lain.
Berdasarkan pemberitahuan tersebut, perusahaan memiliki sekitar 13.000 karyawan tetap dan paruh waktu serta 8.000 kontraktor independen dan karyawan tidak tetap lainnya. Perusahaan ini mencatat Departemen Keuangan AS sebagai kreditur terbesar kedua, dengan wajib pajak yang berhutang sebesar US$136 juta atau Rp2,1 triliun (kurs Rp15.810) untuk pinjaman tanpa jaminan.
Pinjaman yang disalurkan pada tahun 2020 dan 2021 memberikan hibah dan pinjaman kepada maskapai penerbangan nasional untuk menopang bisnis mereka selama pandemi.
Dalam beberapa tahun terakhir, Spirit Airlines telah berupaya menggabungkan keduanya Maskapai penerbangan berbiaya rendah lainnya adalah Frontier Airlines dan JetBlue Airways, yang menghasilkan lebih banyak tempat tidur daripada Frontier. Namun, hakim federal menolak gugatan tersebut dengan alasan antimonopoli. (kg)