Jakarta –
Kesetaraan dan pembangunan ekonomi harus dicapai di desa-desa terpencil di Indonesia. Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai upaya, salah satunya dengan penyaluran dana di desa-desa. Selama satu dekade terakhir, jumlah desa mandiri telah meningkat secara signifikan menjadi 17.203 barangay.
Selama 10 tahun, pemerintah telah menyalurkan dana desa sebesar Rp 609,68 triliun ke 75.265 desa di seluruh Indonesia. Selain dana desa, cara lain untuk menjadikan barangay lebih maju adalah dengan memberikan layanan birokrasi yang andal.
Untuk itu Kementerian Dalam Negeri (Kemendgri) melalui Direktorat Jenderal Pembangunan Pemerintahan Desa (DITGEN) (PEMDES) meluncurkan Sistem Pengelolaan Pembelajaran (LMS) Pamong Desa. LMS Aparatur Sipil Desa diluncurkan untuk memfasilitasi peningkatan kapasitas aparatur barangay dan pengurus lembaga desa pada tingkat yang terbaik dan merata di seluruh tingkat pemerintahan barangay yang tersebar di 75.265 barangay.
Pakar Menteri Dalam Negeri Suhajar Diontoro mengatakan metode pengajaran tradisional dalam pelatihan peningkatan kapasitas memerlukan pertemuan tatap muka yang memiliki banyak keterbatasan mulai dari waktu, aktivasi peserta hingga lokasi program. Dengan LMS Aparatur Sipil Desa, perangkat desa dapat mengakses materi pelatihan secara online kapan saja dan di mana saja, sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas yang lebih cepat dan merata di seluruh pelosok Indonesia.
“Kalau pembelajaran klasikal (tatap muka) terus dilakukan dengan jumlah perangkat desa yang banyak, maka perlu waktu untuk mengumpulkan mereka secara fisik. LMS hadir sebagai solusi, karena perangkat desa bisa mandiri melalui pembelajaran online,” kata Suhajar dalam keterangan resmi, Rabu (16/10/2024).
LMS Aparatur Sipil Negara Desa ini memungkinkan Aparatur Desa untuk leluasa mengakses modul pelatihan, mengikuti kursus yang disediakan dan mendapatkan sertifikasi atas keterampilan yang telah diperolehnya. LMS juga dilengkapi dengan fitur interaktif yang memungkinkan aparat desa berkomunikasi dengan fasilitator dan sesama peserta sehingga pembelajaran menjadi lebih dinamis dan aplikatif.
Suhajar mengatakan keberhasilan penerapan LMS Gram Civil Seva bergantung pada tiga hal penting. Pertama, dukungan aktif dari pemerintah daerah untuk menjalankan program di daerah secara efektif. Peran pemerintah daerah diharapkan dapat mendorong perangkat desa untuk menggunakan LMS di wilayahnya dan memastikan bahwa program ini menjadi bagian dari strategi peningkatan kapasitas perangkat desa.
Faktor kedua adalah jaringan internet. Meski pemerintah pusat telah membangun jaringan Palapa Ring yang mencakup wilayah Indonesia bagian barat, tengah, dan timur, Suhajar menegaskan, penguatan jaringan internet di tingkat lokal, khususnya di daerah terpencil, tetap perlu dilakukan. Ia juga menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mengalokasikan sebagian anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk memperkuat infrastruktur jaringan internet di tingkat pedesaan.
Suhajar mengatakan program BAKTI pemerintah pusat yang bertujuan membangun infrastruktur telekomunikasi belum sepenuhnya selesai. Oleh karena itu, keterlibatan aktif pemerintah daerah menjadi penting untuk memastikan seluruh desa memiliki akses internet yang memadai untuk mendukung LMS ini. (FDL/FDL)