Jakarta –
Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) berlaku sejak 17 Oktober 2024. Namun, pemerintah dinilai masih mempunyai dua tugas besar terkait pelaksanaan PDP.
Syahraki Syahrir, salah satu anggota panitia penyelenggara Indonesia Fintech Society (IFSoc), mengatakan tugas pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah menyelesaikan undang-undang perlindungan data pribadi pemerintah akibat undang-undang PDP.
“Kita sama-sama mengetahui bahwa RPP atau peraturan resminya berlaku atau dibagikan pada tanggal 31 Agustus 2023,” kata Syahraki dalam konferensi pers yang digelar online, Kamis (19/12/2024).
Ia menambahkan, “Artinya sudah lebih dari setahun yang lalu, namun hingga saat ini kebijakan pemerintah tersebut belum disetujui.”
Pria yang juga menjabat sebagai Presiden ISACA Indonesia ini menambahkan, jika UU Manufaktur ini sudah ada, maka akan memudahkan perusahaan dalam menjalankannya dan memastikan UU PDP bisa diterapkan secara efektif.
Tugas kedua yang disebutkan Syahraki adalah pembentukan kantor PDP yang independen langsung di bawah Presiden untuk mengawasi pelaksanaan PDP. Menurut dia, dua hal itu harusnya sudah ada sebelum aturan PDP dimulai.
Syahraki memahami undang-undang ini rumit untuk dipahami dan diterapkan. Oleh karena itu, ia menyatakan perlunya keseimbangan antara kesiapan perusahaan dan penerapan hukum untuk mencegah risiko pelanggaran data pribadi, terutama bagi sektor fintech yang bergantung pada reputasi dan kepercayaan.
Oleh karena itu, apakah semua pelaku fintech sudah menerapkan undang-undang ini atau belum, masih menjadi pertanyaan kami karena masih banyak kebingungan di masyarakat dan di kalangan pelaku fintech, kata Syahraki.
“Karena kapasitasnya juga berbeda, ukuran perusahaannya berbeda, dan ini menjadi tantangan berat bagi fintech,” tutupnya. Simak Video “PDP Segera Dilaksanakan, Kominfo Himbau Masyarakat Lindungi Data Pribadinya” (vmp/fay)