Keunggulan IPv6 Enhanced Net5.5G untuk Transformasi Digital Indonesia

Jakarta –

Indonesia mempercepat transformasi digital dengan memperkenalkan teknologi jaringan terkini, IPv6 Enhanced Net5.5G. Teknologi ini adalah protokol jaringan dasar untuk menghubungkan dan mengidentifikasi perangkat di Internet.

Sebagai versi terbaru dari Internet Protocol (IP), IPv6 menggantikan IPv4 dengan beberapa keunggulan penting. Dibandingkan dengan IPv4, IPv6 menawarkan lebih banyak alamat IP, manajemen dan delegasi alamat yang lebih sederhana dan efisien, serta opsi konfigurasi otomatis.

Pasar global untuk IPv6 diperkirakan akan tumbuh pesat, dari 34,3 miliar pada tahun 2023 menjadi 127,6 miliar pada tahun 2030, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 20,6 persen.

CEO ASIOTI Teguh Prasetya mengumumkan penetrasi IPv6 di Indonesia akan mencapai 16 persen pada tahun 2024, meningkat tajam dari hanya 6 persen pada tahun 2022. Namun, Teguh menekankan perlunya akselerasi lebih lanjut, terutama mendukung ekosistem IoT. Indonesia yang kini sudah mencapai satu miliar perangkat.

“Kami masih dalam tahap awal,” kata Teguh pada konferensi IPv6 Enhanced net 5.5G 2024 di Jakarta.

Menurut Teguh, pengenalan IPv6 Enhanced Net5.5G sangat penting untuk keamanan platform dan aplikasi, terutama ketika 5G diperkenalkan.

“Ini bukan hanya tentang peningkatan kapasitas, ini tentang mendukung latensi rendah, yang penting bagi teknologi canggih seperti IoT dan kota pintar,” lanjutnya.

Inisiatif Indonesia IPv6 Enhanced Net5.5G merupakan kolaborasi antara Kementerian Komunikasi dan Digital, Bappenas, Lemhannas, Kementerian Pertanian, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Asosiasi IoT Indonesia (ASIOTI), APAC Dewan IPv6, NIDA (Network Innovation and Development Alliance), WBBA (World Broadband Association), Telkom dan XL Axiata meluncurkan inisiatif Rencana Aksi Net5.5G Indonesia. Inisiatif ini mengajak seluruh pelaku industri untuk mempercepat penerapan Net5.5G secara komersial di Indonesia dan mendukung pengembangan teknologi tersebut.

Empat Aksi dari Rencana Aksi Net5.5G Indonesia: Rencana Aksi Net5.5G Indonesia memiliki empat poin utama: Mendorong perusahaan untuk meningkatkan investasi penelitian dan pengembangan serta mendorong kemajuan dan inovasi dalam teknologi IPv6 dan Net5.5G. Mempromosikan pengembangan infrastruktur Net5.5G untuk meningkatkan jangkauan dan kinerja jaringan. Memperkuat pengembangan jaringan talenta masa depan dan pengembangan talenta untuk teknologi dan manajemen ICT. Mendorong konvergensi industri, Net5.5G, dan produksi, pertanian benar-benar mendorong integrasinya dan mempercepat penerapan baru.

Indonesia menargetkan penetrasi IPv6 sebesar 31 persen pada tahun 2030. Teguh menambahkan IPv6 Enhanced Net5.5G tidak hanya menciptakan nilai ekonomi, namun juga membuka peluang perluasan industri lokal dan lapangan kerja.

Ia menyoroti pentingnya meningkatkan literasi dan kolaborasi di antara seluruh pemangku kepentingan, termasuk produsen perangkat, operator jaringan, pengembang aplikasi, dan penyedia konten.

Aju Widya Sari, Direktur Telekomunikasi Kementerian Komunikasi dan Dirjen Pos dan Informatika, menjelaskan bahwa penerapan IPv6 Enhanced Net5.5G diperkirakan akan membawa 7,9 triliun dolar pada perekonomian global pada tahun 2026 (sumber: Global IPv6 Development Laporan 2022, Roland Berger).

Aju menjelaskan, Indonesia saat ini sedang mempercepat proses menuju transformasi digital dengan mengadopsi IPv6 Enhanced Net5.5G sebagai landasan infrastruktur digital masa depan. “IPv6 Enhanced Net5.5G tidak hanya memenuhi kebutuhan teknis, namun juga memberikan manfaat yang signifikan dari sisi manajemen, keamanan, dan efisiensi di era ekonomi digital,” ujarnya.

Menurutnya, adopsi IPv6 Enhanced Net5.5G merupakan kunci untuk menciptakan pemerintahan digital yang lebih aman, efisien, dan efektif. Dengan kapasitas pengalamatan yang lebih besar, keamanan yang lebih baik, dan keandalan jaringan yang lebih baik, IPv6 menawarkan solusi teknis untuk memungkinkan teknologi masa depan seperti 5G, Internet of Things (IoT), kecerdasan buatan (AI), dan komputasi awan.

Meski tingkat adopsi IPv6 di Indonesia mencapai 15,30 persen pada tahun 2024 dengan total 22.592.465 perangkat yang terhubung, namun jumlah tersebut masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Malaysia, Vietnam, dan Thailand 72,08 persen, Thailand 62,94 persen, dan 49,86 persen. Sementara rata-rata cakupan IPv6 di kawasan Asia Tenggara mencapai 31,62 persen, dan rata-rata global sebesar 39,59 persen.

Aju menegaskan, IPv6 Enhanced Net5.5G merupakan kunci untuk mendukung integrasi teknologi masa depan dan menciptakan manfaat ekonomi yang besar, terutama melalui transformasi digital. Untuk bersaing secara global, Indonesia perlu mempercepat adopsi IPv6 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, industri teknologi, dan masyarakat.

“IPv6 Enhanced Net5.5G tidak hanya menjadi kebutuhan teknis, namun juga merupakan peluang strategis untuk memperkuat posisi Indonesia di peta digital global. Dengan upaya bersama, Indonesia dapat mempercepat transformasi digital dan memanfaatkan potensi teknologi masa depan,” tegasnya. Kali ini Yan Jinzi dari Huawei Indonesia menyampaikan Net5.5G merupakan langkah revolusioner dalam membangun infrastruktur jaringan yang lebih kuat dan dapat diterima. Net5.5G memperkenalkan fitur-fitur baru seperti akses jaringan kampus 10Gbps berdasarkan Wi-Fi 7, Jaringan Pusat Data AI, 400GE SRv6 dan Slicing Transport Network, dan pemotongan jaringan untuk bandwidth berkecepatan lebih tinggi dan latensi sangat rendah.

“Net5.5G merupakan kerangka kerja ideal untuk menghadirkan inovasi teknologi seperti AI, IoT, kota pintar, dan layanan digital canggih,” kata Yan. Menurutnya, pendekatan komprehensif ini sejalan dengan aspirasi digital Indonesia dan akan menciptakan infrastruktur yang kuat untuk masa depan. Saksikan “Video: Kemitraan Kominfo-IBM untuk memajukan transformasi digital Indonesia” (afr/afr)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top