Kisah Wanita Berdayakan Warga Konkep Lewat Batik, Raup Cuan Puluhan Juta

Wawoni Timur –

Inisiatif kecil di daerah terpencil Konawe Kepulauan (Konkep) telah mengubah kehidupan warga Desa Butua di Wawoni Timur. Siristol adalah seorang perempuan visioner yang mendirikan Rumah Batik, membuka peluang baru bagi masyarakat setempat dan membuktikan bahwa batik tidak hanya diasosiasikan dengan Pulau Jawa.

Batik memang belum banyak didengar warga Konkup. Hingga Syalistul memunculkan ide yang berani, kesenian ini disangka hanya dimiliki Pulau Jawa.

“Saat pertama kali kami mendirikan rumah batik ini, kami terinspirasi. Pertama-tama, masyarakat Pulau Konaue menjalani kehidupan yang sulit, maka kami menciptakan ini. Kami menemukan cara agar masyarakat dapat memperoleh penghasilan tambahan dari rumah batik ini,” kata Siristol. ANBALI NEWS. . baru-baru ini.

Perjalanan dimulai dengan pelatihan residen medis. Meski belum ada hasil nyata, Cialis juga membayar peserta pelatihan untuk menunjukkan keseriusan usahanya.

“Jadi, kami membayar Rp 40.000 untuk sepotong kain untuk proses pengaplikasian cat. Padahal, harga kain yang kami jual saat itu masih Rp 170.000. Saya tidak melakukan apa pun kecuali pewarna dan mendapat bayaran secara terpisah.” Itu masih Itu proses pembelajaran, jadi alhamdulillah kita beli kompornya, kita beli semua peralatannya, jadi keuntungannya tidak kita ukur di situ, yang penting masyarakat mau belajar, ”ujarnya. . Dia menjelaskan.

Tantangan di lapangan

Tiga tahun kemudian, tantangan masih tetap ada. Kendala terbesarnya adalah pekerja lokal.

“Sebelum 2022 masih tiga orang. Alhamdulillah sekarang enam. Tapi ya karena sudah berubah pola pikir. Pendapatan dari satu Rp 50.000 itu tidak besar bagi mereka. Syarisatur

Saat sialistul memberi tahu anggota bahwa dia punya pekerjaan, dia mungkin tidak langsung merespons. Sebab, antusiasme warga akan berkurang jika tidak mendapatkan uang terlebih dahulu, ujarnya.

“Hanya dari Wavo Indah dan Makesari. Mereka sudah kehilangan minat belajar, padahal tidak digaji, tapi mereka tetap datang. Faktanya, kami sudah melatih lima desa di sana. katanya.

Selain itu, prasangka bahwa batik bukan bagian dari budaya lokal Konkapp juga menimbulkan kendala. Banyak orang yang masih menganggap batik adalah budaya Jawa dan bukan budaya Sulawesi Tenggara.

“Kita sudah mengadopsi budaya Jawa, tapi menurut kami batik itu nasional, ya, bahkan internasional. Kami ingin mempopulerkannya, bukan hanya itu saja,” ujarnya.

“Tujuan awal kami adalah memperluas lapangan kerja, ya itu saja,” imbuhnya.

Dengan bantuan Kementerian Perindustrian dan Declanasda Kabupaten Konaue Kepulauan, Shalisatur mengajak kelompok tersebut melakukan studi tiruan. Pengalaman ini menebar semangat baru di masyarakat desa. Saat ini warga Desa Wawo Indah dan Makesari mengikuti pelatihan tanpa meminta biaya.

“Syukurlah setelah hasilnya keluar, orang lain pun tertarik untuk belajar,” ujarnya.

Yang awalnya hanya berupa usaha pelatihan, kini berkembang menjadi usaha produktif. Harga kainnya berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 350.000 per potong, dan rumah batik tersebut dapat memproduksi 24 hingga 25 potong kain per bulan.

“Penjualannya sekitar Rp 10 juta per bulan,” kata Shalisatur.

Keberhasilan ini tidak terlepas dari dedikasi karyawan kami yang semakin terampil. Kami dengan hati-hati melakukan proses mulai dari pembuatan batik hingga pewarnaan.

“Kita sekarang mempunyai filosofi yang terdiri dari pulau kelapa dan biota laut wilayah kita yaitu laut dan darat sehingga tetap bersifat kedaerahan,” kata Siristol.

Mengandalkan teknologi

Meski tantangan infrastruktur internet masih besar di Konkep, teknologi menjadi andalan Syalisatul. Dengan adanya BAKTI Komdigi yang menyediakan fasilitas internet ke desa, maka rumah batik bisa melakukan jual beli bahan baku melalui media sosial.

“Syukurnya internet sangat membantu kita. Kita bisa pesan lewat aplikasi seperti itu kan? Untuk pesan bahannya saat ini kita pakai aplikasi online dari shopee dan lazada. Jadi kadang lewat youtube dan IG untuk orang lain , ” jelasnya.

Kebetulan, hingga saat ini BAKTI Komdigi telah menyediakan 119 layanan BAKTI AKSI (Akses Internet) untuk mendukung pemerataan akses informasi dan teknologi bagi masyarakat Wawoni. Layanan ini dibangun di berbagai lokasi, termasuk sekolah, kantor pemerintah, dan pusat kesehatan.

ANBALI NEWS bekerja sama dengan BAKTI Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyelenggarakan Program Batas Tapal dengan mempertimbangkan pembangunan ekonomi, pariwisata, infrastruktur, dan pemerataan internet di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan pinggiran terluar) yang saya lakukan. Nantikan terus berita informatif, seru, unik dan menarik dari Program Tapalbatas (tapalbasis.ANBALI NEWS.com)!

Simak juga videonya: Warna Alami, Kisah Batik Anamba

(Anru/Ega)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top