Produksi Budi Daya Ikan-Rumput Laut 2024 Tembus 16 Juta Ton, Sumbang PNBP Rp 80,38 M

Jakarta –

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaporkan kinerja budidaya perikanan tahun 2024. Berdasarkan catatan, total produksi budidaya ikan dan rumput laut mencapai 16 juta ton pada tahun 2024.

Data tersebut disampaikan oleh TB Haeru Rahayu, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya. TB menyebutkan, budidaya ikan saja akan mencapai 6,37 juta ton pada tahun 2024, meningkat 13,64% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Meski masih melaju kencang, namun tetap meningkat sebesar 6,37 juta ton, yang merupakan pencapaian tersendiri bagi ikan. Kemudian rumput laut meningkat sebesar 10,82% menjadi 10,8 juta ton. Total produksi budi daya perikanan yang dimiliki sekitar 16 juta ton.” konferensi pers di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Rabu (18 Desember 2024).

Kemudian untuk produksi produk prioritas lainnya, TB juga merinci produksi udang mencapai 1,13 juta ton pada tahun 2024, meningkat dari nilai output sebesar 941.000 ton pada tahun 2023.

Pada tahun 2024, total produksi ikan nila mencapai 1,38 juta ton, meningkat dari 1,36 juta ton pada tahun 2023. Total produksi lobster mencapai 481 ton pada tahun 2024, meningkat dari 437 ton pada tahun 2023. Total produksi rajungan pada tahun 2024 sebanyak 6.446 ton, meningkat dari tahun 2023 sebesar 5.860 ton.

“Produksi ini terkait apa? Ujung-ujungnya kita diminta meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat,” ujarnya.

Sumbangkan PNBP Rp 80,38 miliar

Selain itu, TB juga melaporkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor perikanan budidaya mencapai Rp 80,38 miliar per 31 November 2024. Jumlah ini melampaui target yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dijelaskannya, PNBP tersebut merupakan akumulasi PNBP sebesar Rp59,16 miliar untuk Satuan Kerja Badan Layanan Umum (BLU) dan Rp21,22 miliar untuk Direktorat Jenderal Karya Budidaya Perikanan.

Sementara pada tahun 2024, rata-rata pendapatan petani akan mencapai Rp5.136.547, meningkat 4,55% dari tahun sebelumnya. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di beberapa daerah.

(acd/acd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top