Jakarta –
Pemerintah resmi memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai 1 Januari 2025. Hal ini sejalan dengan amanat aturan PPN dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berbagai barang dan jasa mewah yang dikonsumsi oleh masyarakat kaya akan dikenakan PPN 12%, termasuk bahan makanan berkualitas tinggi (termasuk beras, buah, ikan, dan daging berkualitas tinggi), layanan kesehatan medis berkualitas tinggi, pendidikan berkualitas tinggi jasa dan listrik. untuk rumah 3500 VA-6600 VA.
Penerapan kebijakan PPN ini memperhatikan prinsip keadilan dan gotong royong serta menjamin terlindunginya kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, guna menjaga kesejahteraan masyarakat, pemerintah telah menyiapkan insentif berupa paket stimulus ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai lapisan masyarakat,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulisnya, Senin. . 16/12/2024)
Dengan perkiraan insentif bebas PPN yang diberikan pada tahun 2025 sebesar Rp 265,6 triliun, pemerintah terus memberikan pilihan tarif bebas PPN atau PPN 0% terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat luas dan berdampak pada hajat hidup orang banyak. . .
Barang dan jasa tersebut meliputi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur mayur, susu segar, gula pasir, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa ketenagakerjaan, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, sederhana . dan rumah sangat sederhana, rusunami, serta konsumsi listrik dan air minum.
Insentif untuk rumah
Di sisi lain, pemerintah juga akan memberikan stimulus kepada kelompok rumah tangga miskin. Insentifnya berupa PPN Dibayar Negara (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN atas kebutuhan pokok dan barang penting (Bapokting) sebesar 12% yaitu minyak bumi, tepung terigu, dan gula industri kita sehingga dikenakan PPN sebesar 11%.
Pemberian insentif bapokting disebut sangat penting untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok. Secara khusus, stimulus gula industri diharapkan dapat mendukung industri pengolahan makanan dan minuman yang menyumbang 36,3% dari total industri manufaktur.
Selain itu, pemerintah juga mengusulkan kebijakan bantuan pangan/beras sebesar 10 kg per bulan untuk diberikan kepada masyarakat pada desil 1 dan 2 kepada 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) selama 2 (dua) bulan (Januari – Februari 2025) dan memberikan diskon biaya listrik sebesar 50% untuk jangka waktu 2 (dua) bulan (Januari-Februari 2025) bagi pelanggan listrik yang pembangkit listriknya terpasang. hingga 2200 VA untuk mengurangi pelepasan beban rumah tangga.
Insentif untuk kelas menengah
Selain itu, pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif politik bagi masyarakat kelas menengah untuk menjaga daya belinya. Insentif tersebut tetap memberikan beberapa insentif yang sudah berlaku seperti PPN DTP Properti atas pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar, PPN KBLBB DTP atau Kendaraan Listrik (EV) untuk penyediaan kendaraan listrik roda empat dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV untuk impor kendaraan listrik roda empat tertentu dalam skala penuh (Completely Built/CBU) dan penyediaan kendaraan listrik tertentu EV roda empat berasal dari. produksi dalam negeri (Complete Knock Down/CKD) serta Pembebasan Bea Masuk CBU EV.
Selain itu, ada pula kebijakan baru yang akan diterapkan pemerintah bagi masyarakat kelas menengah, mulai dari pemberian PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor hybrid, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji hingga Rp 10 juta. . /bulan, mengoptimalkan jaminan pengangguran BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyangga pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan tidak hanya manfaat tunai namun juga manfaat pelatihan dan akses informasi ketenagakerjaan, serta pembebasan/diskon sebesar 50% untuk pembayaran iuran jaminan kecelakaan kerja ( JKK ) hingga industri padat karya.
Insentif bagi dunia usaha
Pemerintah tidak hanya menyasar masyarakat, namun juga memberikan sejumlah insentif bagi badan usaha. Terutama UMKM dan Industri Padat Karya yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Insentif tersebut berupa perpanjangan PPh final sebesar 0,5% hingga tahun 2025 bagi wajib pajak orang pribadi (WP OP) UMKM yang menggunakannya untuk jangka waktu 7 tahun dan berakhir pada tahun 2024. Bagi UMKM yang omzetnya di bawah Rp 500 juta /tahun, mereka dibebaskan sepenuhnya dari pembayaran PPN. Pemerintah juga menyiapkan pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5%.
“Kami tegaskan kembali bahwa paket kebijakan ekonomi ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung dunia usaha, khususnya usaha kecil dan menengah serta industri padat karya, serta menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan pokok, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pungkas Airlangga. . (akn/ego)