Bali Dinilai Tidak Layak Dikunjungi 2025, Pemerataan Wisatawan Adalah Keniscayaan

Jakarta –

Bali dengan pariwisata, sampah dan hilangnya identitasnya masuk dalam daftar destinasi Fodor yang tidak boleh dikunjungi hingga tahun 2025. Salah satu pendiri ekowisata, Rahmi Fajar Harini, mengatakan pemerintah harus segera mengupayakan penurunan pariwisata secara seimbang.

Rahmi pun tak kaget dengan penilaian tersebut. Ia mengatakan penilaian Fodor benar.

“Bali itu besar, ada sembilan kabupaten, tapi bagian selatan, mulai dari Kuta, Seminyak, hingga barat hingga Tabanan, banyak dikunjungi masyarakat dan wisatawan. Apalagi setelah diizinkan wisatawan. Daerah ini turis banget.” Rahmi dalam wawancara dengan ANBALI NEWSTravel, Kamis 28/11/2024).

Ia menambahkan: “Sampah semakin banyak, tidak teratasi, air tanah mulai kosong, itu benar. Ada juga konversi lahan yang ekstrem untuk membuka lahan yang luas. Meluap, dll.”

Ia juga membenarkan Bali selatan sangat ramai karena banyaknya wisatawan. Ia mengatakan permasalahan tersebut teratasi dengan tindakan cepat pemerintah Bali dalam memajukan pariwisata.

Rahmi berpesan, kemajuan yang mencegah wisatawan berkumpul di Bali bagian selatan adalah sebuah kesalahan. Ia menyarankan agar pengembangan Bali bagian utara dilakukan dengan bantuan desain yang mendukung pariwisata berkelanjutan.

“Contoh nyata kehancuran Bali sudah ada ya di Bali Selatan. Saat ini yang penting dan penting Bali dikembangkan agar tidak menimbulkan kerusakan seperti di selatan dengan pariwisata yang berkualitas. Daerahnya hanya sebagian saja yang harus disiapkan tempat yang bersedia, “Gak untung, kuliah di Bali Selatan”.

Rahmi mengatakan perubahan wilayah juga membuat Bali semakin bergantung pada pariwisata. Padahal dulu Bali bisa mendapatkan APBD-nya dari pertanian dan perikanan.

“Sebenarnya banyak hal besar yang menyulitkan Bali, hanya bergantung pada pariwisata. Pasca teror Bali, covid, dan pasca bencana alam seperti gunung meletus, kami tidak berkutik karena sangat bergantung pada pariwisata, ketika ada adalah pesan buruk dari Bali, “Tidak ada sumber pendapatan lain,” kata Rahmi.

“Di masa Covid, kami menyadari bahwa Bali tidak terlalu bagus dan hanya berbasis pariwisata, harus dikembalikan seperti semula, dengan pertanian dan perikanan,” ujarnya.

Pembangunan sosial, pariwisata dan lokal di Bali selatan juga mempengaruhi generasi muda desa. Seiring dengan berkurangnya jumlah desa di daerah lain, beberapa generasi muda ingin mengembangkan desa dan memilih tinggal di Seminyak, Kuta, Legian, Jimbaran, Benoa, Nusa Dua, Uluwatu dan Pecatu sebagai tempat wisata.

“Mereka memutuskan untuk pergi ke Bali selatan yang memiliki cara hidup berbeda. Padahal Bali terkenal di seluruh dunia dengan budaya tradisionalnya,” ujarnya.

Rahmi juga mengingatkan, pariwisata Bali membutuhkan angkutan umum, perahu dan rute yang lebih banyak, serta pengelolaan sampah dan kapasitas Bali itu sendiri. Saksikan video “Video: Bali Masuk Daftar Destinasi Tak Layak Dikunjungi Tahun 2025” (Fem/Fem)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top