Mantan Menkeu Blak-blakan Pernah Tolak PPN Naik

Jakarta –

Penasihat Khusus Presiden Prabowo Subianto Bidang Perekonomian, Bambang Brodzonegoro yang juga menjabat Menteri Keuangan (MENKEU) periode 2014-2016 buka-bukaan soal sumber kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. .

Bambang mengatakan, usulan tersebut sudah beredar sejak dirinya menjabat Menteri Keuangan. Saat itu, kata dia, pendukung datang dari kalangan pengusaha yang awalnya meminta pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan badan (CIT) agar sejalan dengan Singapura.

“Jujur saya pribadi menerima usulan ini dari dunia usaha pada tahun 2015. Saat saya menteri keuangan, muncul pembahasan ini. Jadi kalau kita bisa bersaing dengan Singapura, investasinya lebih besar pak, turunkan pendapatan perusahaan pajak badan. .tingkatnya kita bersaing dengan Singapura,” kata Bambang dalam program Kuap Kuan CNBC Indonesia yang dikutip Jumat (27/12/2024).

Bambang mengatakan tarif pajak penghasilan badan di Singapura saat itu masih rendah, hanya 17%. Sementara Indonesia masih berada di level 25% sebelum turun menjadi 22% pada tahun 2022 pasca diundangkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Mendengar usulan tersebut, Bambang bertanya kepada konsultan bisnis tersebut, bagaimana pemerintah bisa mempertahankan penerimaan pajak jika pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan badan.

Pengusaha yang tidak disebutkan namanya Bambang ini saat itu menjawab, pemerintah bisa meningkatkan penerimaan pajak dengan menaikkan tarif PPN secara bertahap berdasarkan penurunan tarif pajak badan. Seperti diketahui, tarif PPN akhirnya dinaikkan secara bertahap dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022 seperti yang diberlakukan UU HPP dan harus menjadi 12% pada tahun 2025.

Mendengar jawaban tersebut, Bambang langsung mengatakan tidak adil jika tarif PPh badan diturunkan dengan menaikkan tarif PPN. Hal ini dikarenakan PPN dipungut atas barang dan jasa yang dikonsumsi oleh seluruh penduduk Indonesia, sedangkan pajak penghasilan badan hanya dipungut pada perusahaan yang telah menjadi wajib pajak atau sudah mempunyai pendapatan yang tinggi.

“Jadi saya langsung menolak dan sadar, butuh waktu lama dari tahun 2015 sampai terbitnya UU HPP tahun 2021 yaitu enam tahun bukan? Nah, saya tidak mengerti kenapa itu dilakukan karena dia sudah tahu. konsekuensinya, PPN harus dinaikkan,” kata Bambang

Bambang berpendapat, Indonesia tidak boleh bersaing dengan Singapura untuk menurunkan tarif pajak penghasilan badan karena demografi dan geografinya sangat berbeda. Singapura hanyalah negara kepulauan kecil dengan jumlah penduduk yang sedikit, sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

“Menurut saya, persaingan tersebut tidak adil karena pajak apa pun yang diterima Singapura hanya untuk kebutuhan 5 juta penduduk suatu pulau. Oleh karena itu, kebutuhan Singapura untuk bermurah hati kepada warga Singapura harus sedikit, jangan terlalu banyak. Kalaupun mau di bawah itu tidak masalah,” kata Bambang. (membantu/membunuh)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top