Jakarta —
Pinjaman online (Pinjol) seringkali menjadi solusi cepat bagi masyarakat yang membutuhkan pembiayaan mendesak. Prosesnya yang sederhana dan pengirimannya yang cepat membuat layanan ini populer.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat adanya tren masyarakat yang sengaja gagal membayar pinjaman online (piñolas), khususnya pinjaman ilegal. Sebab, ada anggapan utang akan tertagih dengan sendirinya.
Hal ini dijelaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan era Presiden Jokowi, Mahfud MD, yang berpesan kepada masyarakat yang sudah terlanjur meminjam uang di pinjol ilegal agar tidak membayar utangnya. Ia juga mengimbau masyarakat melaporkan pinjol ilegal ke polisi.
Menurut Mahfud, menurut hukum perdata, pinjol ilegal dianggap tidak sah karena tidak memenuhi syarat undang-undang baik secara subyektif maupun obyektif. Dengan demikian, pinjaman yang diambil dari pemberi pinjaman ilegal dianggap batal demi hukum dan oleh karena itu tidak perlu dilunasi. Tapi bagaimana dengan utang resmi?
Faktanya, pinjaman yang disita tidak sesuai dengan pinjaman sah yang terdaftar dan dipantau OJK. Pinjaman dari pemberi pinjaman yang sah memenuhi semua persyaratan hukum, sehingga merupakan risiko gagal bayar di mata hukum.
Dalam kemudahan mengambil pinjaman, terdapat resiko yang besar jika Anda tidak melunasi pinjaman dalam jangka waktu yang ditentukan. Bahkan dengan kelalaian yang berkepanjangan, tidak mungkin terbebas dari hutang.
Di sisi lain, denda keterlambatan yang semakin meningkat dan ancaman debt collector akan menjadi beban yang semakin sulit diatasi. Parahnya, nilai kredit Anda juga akan ternoda sehingga semakin sulit mendapatkan pinjaman lain di kemudian hari.
Menurut situs resmi Badan Jasa Keuangan (OJK), setidaknya ada 98 perusahaan pinjaman online yang sah. Beberapa kriterianya antara lain sudah mendapat izin dari OJK, tidak pernah menawarkan melalui jalur komunikasi pribadi, memilih meminjamkan terlebih dahulu, mengungkapkan bunga atau biaya pinjaman, dan lain-lain.
Layaknya lembaga resmi, Law Pinjol juga memiliki layanan pengaduan, memiliki identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas, serta kolektor harus memiliki surat penagihan yang diterbitkan oleh AFPI (Asosiasi Dana Investasi Indonesia).
Lalu apa risikonya jika pinjaman tidak dilunasi tepat waktu? Artinya, peminjam yang gagal membayar setelah batas waktu 90 hari akan masuk daftar hitam oleh pusat data Fintech sehingga peminjam tidak bisa menerima pinjaman dari platform fintech lain.
Salah satu ketentuan melarang pemberi pinjaman menagih langsung dari peminjam yang mengalami wanprestasi 90 hari setelah jatuh tempo pembayaran. Hal itu tertuang dalam Lampiran 3 Keputusan Administratif AFPI 02/2020.
Aturan ini disalahpahami oleh konsumen yang percaya bahwa utangnya akan diambil alih setelah 90 hari. Padahal, jika peminjam tidak melunasi setelah 90 hari, maka pengelola utang dapat melakukan penagihan kepada pihak ketiga yang diakui OJK.
Mereka juga dapat menunjuk kuasa hukum untuk mengambil tindakan hukum sesuai dengan peraturan terkait. Jadi, meskipun pemberi pinjaman yang sah dilarang menagih langsung setelah 90 hari, utang tersebut tidak secara otomatis diambil alih atau dianggap telah dibayar.
Peminjam tetap berkewajiban membayar kembali pinjamannya. Selain itu, dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, saldo pinjaman dicatat sebagai riwayat kredit buruk sehingga mempengaruhi kemampuan peminjam untuk mengajukan pinjaman lain di kemudian hari.
Berikut informasi mengenai risiko tidak melunasi pinjaman lebih awal. Jadi pintar-pintarlah mengatur keuangan dan sebaiknya jauhi utang ya? Semoga artikel ini membantu! “Video: Komedian Fico Fachriza menjelaskan peminjaman artis lain” (aau/fds)