Mantan Bos Sony Keluhkan Game Makin Tak Kreatif

Jakarta –

Shawn Layden, mantan presiden dan CEO Sony Interactive Entertainment America, mengeluhkan game masa kini menjadi kurang kreatif dan kurang menarik.

Menurutnya, perusahaan pengembang game tidak lagi fokus pada pembuatan game yang menyenangkan dan mengutamakan aspek monetisasi game tersebut, seperti dikutip ANBALI NEWSINET dari Techspot, Minggu (20/10/2024).

Pengembang, dan mungkin bahkan manajer tingkat menengah di perusahaan game, lebih peduli dengan game yang tidak menarik bagi konsumen dibandingkan dengan game mereka yang tidak cocok untuk model bisnis langganan atau transaksi mikro.

“(Di masa lalu) kami menghabiskan banyak waktu untuk meneliti game ini dibandingkan menanyakan ‘apa rencana monetisasi Anda’, ‘apa rencana pendapatan jangka panjang Anda’, atau ‘apa formula berlangganan Anda?’ Ucap Layden saat sesi tanya jawab di Gamescom Asia.

“Kami hanya bertanya: Menyenangkankah? Apakah kami akan bahagia? Jika Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan setuju, Anda bisa mendapatkan persetujuan,” lanjutnya.

Perubahan ini mungkin merupakan salah satu dampak dari mahalnya biaya pengembangan game AAA. Akibatnya, perusahaan game berusaha menghasilkan uang sebanyak mungkin untuk menutupi biaya produksi game tersebut.

Biaya produksi yang tinggi juga membuat studio game enggan mengambil risiko. Alhasil mereka hanya terpaku pada judul game yang sudah dikenal saja. Misalnya saja membuat asap atau membuat ulang game jadul.

Jadi studio game hanya mengacaukan game-game jadul, menambahkan baris kode untuk mendukung perangkat keras yang ada, dan menjualnya dengan harga yang tidak terlalu mahal. Tidak ada konten baru yang dibuat. Hanya konten lama yang kompatibel dengan perangkat keras baru.

Masalah lain di industri game adalah kategori game AA, yang menurut Layden bisa dibilang sudah mati. Kategori AA sebenarnya berada di antara kategori game AAA dan indie.

“Bisnis game saat ini adalah Call of Duty, Grand Theft Auto, dan game indie. Tapi jalan tengahnya biasanya diisi dengan Interplay, GREMLIN, Ocean, THQ, dan sejenisnya. Sekarang segmen itu sudah tidak ada lagi.. Menurut saya berbahaya bagi ekosistem game karena kalau kita hanya terikat pada blok (game AAA), itu hukuman mati,” kata Layden. Simak video “Menparekraf bilang 99% industri game Indonesia masih dikuasai asing” (asj /rns)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top