Riset FEB UB: Kemitraan Jadi Fondasi Keberhasilan Hilirisasi Mineral di RI

Jakarta –

Kemitraan strategis dinilai menjadi landasan penting untuk meningkatkan manfaat mineral bawah tanah agar dapat dipahami secara luas oleh masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Demikian hasil penelitian terbaru yang dilakukan sekelompok pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Bravia (UB) Malang.

Dalam laporan bertajuk “Laporan akhir tentang membangun kemitraan antara masyarakat, pemerintah daerah, dan perusahaan untuk meningkatkan manfaat hilir”, pemimpin peneliti Hindi Sobandi menjelaskan keberhasilan model kemitraan di beberapa bidang.

Di Gresik, PT Freeport Indonesia (PT FI) berhasil melibatkan masyarakat lokal melalui forum komunikasi ‘Rimbok Akure’ yang memfasilitasi perekrutan pekerja. Forum tersebut berpotensi menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sembilan desa sekitar, serta mendukung pemberdayaan UMKM lokal yang terlibat dalam penyediaan barang dan jasa untuk mendukung industri. UMKM lokal juga diberdayakan untuk menyediakan kebutuhan logistik perusahaan, misalnya seragam batik Yunani untuk karyawan PT FI.

Di tempat lain di Mimpawa, PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI) membuka peluang bisnis baru bagi masyarakat lokal melalui kemitraan strategis. Inisiatif ini melibatkan promosi UMKM di sektor pendukung seperti toko ritel, persewaan rumah kos, dan toko serba ada yang memberikan dampak ekonomi signifikan bagi masyarakat lokal.

Kata Handy dalam keterangan tertulis, Senin (6/1/2025).

Studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan akan kolaborasi bervariasi sesuai dengan tahapan perkembangan industri. Pada tahap pertama, tujuan utamanya adalah membangun infrastruktur sosial seperti sekolah dan pusat kesehatan untuk mendukung masyarakat. Seiring berkembangnya industri, fokusnya adalah melibatkan UMKM lokal dalam rantai pasok dan mengembangkan keterampilan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan industri hilir.

Pada fase industrialisasi yang sudah mapan, kerja sama lebih diarahkan pada pemberian bantuan permodalan kepada UMKM, pengembangan desa binaan, dan integrasi UMKM ke dalam rantai pasok inti perusahaan. Hal ini memastikan masyarakat lokal mendapatkan manfaat langsung dari keberadaan industri hilir.

Namun, Handi mencatat terdapat kesulitan dalam penerapan model kemitraan tersebut. Kendala lainnya adalah belum adanya regulasi ekspor terkait regulasi kerjasama di tingkat daerah. Selain itu, keterlibatan akademisi dan LSM untuk membantu masyarakat lokal masih kurang. Media juga harus memperkuat pernyataan positif tentang rendahnya manfaat dalam mendukung pendidikan masyarakat.

Handy dan timnya merekomendasikan peraturan daerah yang mendukung model kolaboratif, mengembangkan kursus pelatihan keterampilan dengan akademisi serta koordinasi yang lebih baik dengan LSM. Di sisi lain, peran media juga penting sebagai jembatan edukasi bagi masyarakat untuk memahami manfaat dari keterpurukan perekonomian lokal dan nasional.

“Dengan melibatkan berbagai aktor dalam model kemitraan hexahelix, hal-hal berikut dapat menciptakan ekosistem yang terintegrasi dan berkelanjutan, memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat lokal,” tambah Hendy.

Kajian ini menjadi panduan penting bagi pemerintah, perusahaan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memperkuat model kerja sama di sektor hilir, menciptakan perekonomian yang kompetitif dan berkelanjutan. (jerawat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top