Jakarta –
Program Pangan Bebas Gizi (MBG) yang dicanangkan pekan lalu menuai pro dan kontra dari banyak pihak. Beberapa orang mempertanyakan apakah program ini dilaksanakan dengan benar atau apakah program tersebut memberikan nutrisi kepada penerimanya.
Dr. Tan Shot Yenen, seorang ahli gizi masyarakat, berpendapat bahwa sebagai program baru pemerintah, MBG telah segera dilaksanakan. Menurutnya, program tersebut belum tersosialisasikan dengan baik di masyarakat.
Padahal, manfaat tersebut diperlukan untuk menjamin berfungsinya program MBG dengan baik sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya secara maksimal.
Selain itu, Dr Tan menyampaikan bahwa program MBG sebaiknya memberikan prioritas kepada masyarakat yang berada di daerah 3T (terpencil, perbatasan dan tertinggal). Hal ini bertujuan untuk menyasar program MBG.
“Pertama kita fokuskan pada daerah yang memang kita perlukan, yaitu daerah 3T. Dana yang pertama akan disalurkan ke sekolah di perkotaan yang anak-anaknya naik sepeda motor, gedung sekolahnya bagus, orang tua punya telepon seluler, jadi kita memang perlu kembali ke zona 3T,” ujarnya, Minggu (12/1/2025).
Menurut Dr. Tan, program MBG juga dapat mempengaruhi aktivitas perekonomian masyarakat setempat. Tak hanya petani atau nelayan, pedagang di kantin sekolah juga bisa punya kekuasaan.
Sejak program MBG dimulai, banyak pedagang kantin sekolah yang mengeluhkan penurunan penjualan.
Oleh karena itu, Dr. Tan mengatakan program MBG sebaiknya dilaksanakan melalui pendidikan pra-sekolah dasar bagi masyarakat, anak-anak dan sekolah. Untuk sebuah program nasional, program MBG memerlukan banyak evaluasi dan pertimbangan.
“Kenapa? Kalau akhirnya menjadi sisa makanan, tidak dibuang begitu saja. Tapi itu makanan yang tidak boleh dijadikan sasaran karena anak-anak tidak suka, tidak memakannya, tidak menyukainya, itu sia-sia. .” Sekalipun itu pajak negara triliunan.”